Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pertanyaan “Kapan” Dari Tahun Ke Tahun Yang Bikin Aku Kepengen Akal-Akalan Mati Mendadak


Sudahkah anda bertanya kapan hari ini?
Kapan Lulus? Pada mereka yang tahun kemaren kabarnya kuliah, tahun ini kok masih kuliah lagi padahal katanya semester akhir..
Kapan Nikah? Pada mereka yang sendiriiiii terusss. Kerja udah, anggun kebangetan, ganteng nggak usah ditanya, tapi kok sendiriiii terusss…
Kapan punya anak? Pada mereka yang udah nikah, tapi kok jalannya masih berduaan aja. Nggak kepengen punya anak apa…
Kapan nambah anak? Pada mereka yang udah lima tahun nikah anaknya masih sebiji aja, kan si sulungnya udah besar, jadi …

Jadi sudahkah anda bertanya ‘kapan’di  lebaran ini? Dan setumpuk ‘kapan’ lainnya? Kapan si sulung lamaran? Kapan mantu? Kapan punya cucu?  Kapan kurusan? Kalau belum, Alhamdulillah. Begitu banyak ketupat dan nastar squad dihadapan, mending itu aja diubek-ubek.
***
Berhubung ini post pertama di bulan Syawal, saya mau ngucapin “ Semoga Allah mendapatkan amalan kita di bulan Ramadhan. Mohon maaf lahir batin.” Bukan ucapan yang telat ya kan?

Sebenarnya saya nggak terlalu duduk perkara dengan pertanyaan kapan. Kapan hanyalah sebuah kata yang berkaitan dengan waktu. Kapan tidaklah berdosa. Sayangnya ada jenis-jenis pertanyaan kapan yang bisa menyiksa batin. Kapan ini sangat berbahaya, yang bertanya mengucapkannya mendayu-dayu, penuh senyuman dan candaan. Tapi sayang yang ditanya mendadak lemah lunglai, rasanya usus jadi tegak lurus, hanya bisa kasih senyuman, itupun senyuman palsu. Dalam benak, orang yang bertanya tadi eksklusif dikasih tanda silang gaib. Okeh, besok-besok nggak usah ketemu beliau lagi (tapi kuenya masih boleh).

Lewat goresan pena ini, saya mau dongeng perihal KAPAN versi hidup saya. Walaupun tulisannya rada baper, kini udah terasa lucu semuanya. Saya tahu ada yang merasa kesel dengan pertanyaan KAPAN. So, semoga situ ada temannya, sini-sini mampir ke masa kemudian saya ini. Saya temenin deh.

Saya buat tiga jenis pertanyaan KAPAN yang pernah singgah dalam hidup saya, yang bikin saya pengen nyungsep ke kolong ranjang pangeran, eh nggak boleh ya. Pengen akal-akalan mati mendadak aja deh.


KAPAN LULUS ?

Pastinya ini zaman saya masih kuliah. “Kapan” yang ini nggak terlalu bikin kesel, soalnya saya enjoy aja menghadapi perkuliahan. Yang nggak enjoy itu yang bayarin kuliah LOL. Sesembak Pemkot yang ngurusi beasiswa, yang femes diantara kami mahasiswa pecinta kuliah gratisan ini, selalu ngeluarin jurus sewotnya tiap kali kami datang. “Kok kau lagi, kau lagi sih. Kamu KAPAN lulusnya bla bla bla bla.. !!”
Jangan-jangan memang duitnya yang keluar.

Sewotnya si mbak ini beneran femes sampe ke luar kota lho. FYI: saya kuliah di luar kota. Teman-teman pemuda hingga suka curhatin, “coba bila bukan cewek. Sayang cewek, mana anggun pulak,” katanya. (hahaha emang napa bila bukan cewek).
Eh, ini kenapa jadi dongeng si mbak itu. Maaf, maaf.

Orang-orang yang suka nanya saya KAPAN LULUS itu sebetulnya salah orang, harusnya nanya ke dosen saya, kapan meluluskan saya?? Karena hanya dosen saya yang tahu, KAPAN beliau mau saya kunjungi, kapan beliau ke kampus, kapan beliau mau tandatangan. Ya.. kapan-kapan aja jawabnya.


KAPAN NIKAH ?

Nah, bila yang nanya ke saya ‘kapan lulus’ itu salah orang. Kalau yang ini salah segala-galanya. Rasanya muka yang nanya pun juga salah. Matanya salah, nggak liat apa saya nggak punya gandengan? Terus mau nikah sama siapa?  Nggak ada yang mau tauuuu… >.<

Udahlah lulus, udah kerja, tetep aja ada pertanyaan KAPAN, cuma alasannya usia udah 25. Momen begini, bikin saya pengen akal-akalan mati mendadak. Terus bangun di benua yang beda dan hidup senang disana selamanya. Tapi nggak bisa, kenyataan eh pertanyaan (menusuk) ini niscaya ada. Apalagi ditambah embel-embel: Kebanyakan milih sih. Ntar tambah bau tanah lho. Cewek itu jangan sok jual mahal, jangan mikirin karir terus, jangan nolak terus, syaratnya ketinggian pasti.

Huh, orang-orang ini nggak paham.
Karena sesungguhnya….
Emang nggak ada yang mau ngelamar kaliii….

Dan momen “kapan (anaknya) nikah” ini juga bikin ortu saya, terutama ibu jadi kebat-kebit. Dua ahad sekali ada aja tamu pemuda tiba ke rumah. Saya nggak ngerti, stoknya ibu ini darimana aja, ada yang udah umuran, ada yang muda banget. Pokoknya bermacam-macam profesi dan status sosial ada. Dan bila udah begitu, jarum sebel saya melesat tinggi. Tiap kali diminta menghadapi tamu, saya pastikan baju saya ada nodanya dengan jilbab yang setara kotornya. Kalau ibu ngamuk dan protes “kamu kapan nikahnya bila gitu terus?” saya bakalan jawab: “Bu, bila yang buruk aja beliau nerima. Berarti yang bagus udah pasti.
Hasilnya : ya emang gak ada yang minat LOL

Orang yang paling senang dengan adegan ini yaitu ADEK saya (yang ketika itu masih SD)
Adek : “Kak, kakak pilih yang mana?”
Saya   : “Eh, nggak boleh ngomong gitu. Emang barang main pilih! (Sebel)
Adek : “Yang ini aja kak.” (nunjuk seseorang)
Saya   : “Apaan sih?! Maksudnya apa?!” (esmosi jiwa)
Adek  : “Yang ini aja kak, yang ini bawa kue.”
HAH ! (dasar-anak-esde-zaman-dulu-yang-belum kenal-spinner-fidget)

Pokoknya bila sudah bahas KAPAN NIKAH saya bisa emosian juga. Di kawasan saya mengajar, sama aja, ada juga yang disodorin Pak Bos. Terus kena sindir juga dari murid. Bukannya saya nggak mau nikah. Tapi, saya juga punya prinsip yang mesti saya pegang dan punya banyak kekurangan yang butuh didiskusikan. Dan emang belum diketemukan juga ama Allah.


KAPAN PUNYA ANAK ?
Pada karenanya saya nikah juga. Setelah diskusi panjang. Setelah saya bisa merespon impian orangtua, merespon waktu, berdoa dan lainnya. Dan sesudah cukup yakin si beliau yang itu nggak bakalan ngelamar. Yes, I’m married.
Dan pertanyaan KAPAN itu tetap ada… *lap-lap keringat*

Buat saya “Kapan punya anak” itu jenis pertanyaan yang lebih ngaduk-ngaduk jiwa raga dibanding dua ‘kapan’ diatas. Dengan rekor dua kali keguguran, dimana satu kalinya harus kuretase bikin saya pengen nyungsep ke dalam bumi.

Urusan ini betul-betul di luar jangkauan. Saya masih bisa memprediksi kapan saya lulus kuliah. Tapi kapan punya anak? Wallahu'alam.



Tapi, bagi sebagian orang termasuk yang dengan entengnya bertanya, urusan brojolin anak ini mulus bener. "Kita mau nambah anak lagi tahun depan,"kata sahabat saya. Tahun depan beneran beliau punya anak.
Di sebuah kolom komentar saya baca :"orang yang belum punya anak itu sensitif banget ya, hingga gak mau ketemuan orang lain."
Mmmhh….

Saya masih suka bertemu orang-orang. Tapi ingin menghindari mereka yang bertanya itu-itu saja. Apalagi yang pertanyaannya banyak belokannya: suaminya sehat? Gak ada penyakitnya? Spermanya gimana? -- udah nyoba minum apa aja? – udah ke dokter siapa aja?—udah urut dimana aja? -- istrinya kerja sih!

Saya paham sekali. Ada orang-orang yang heran dengan pasangan yang belum diberi momongan, alasannya bagi mereka, bikin anak itu jadi ya jadi aja, udah pake pengaman ya tetap jadi aja. Heran kan!
Jadi, bagi saya kepo dan memberi saran itu manusiawi. Urusan saya nggak mau bahas, itu pilihan saya. Masa' iya saya mesti bahas soal reproduksi (apalagi milik suami) ke orang-orang itu? 

Yang saya sayangkan yaitu mereka yang menciptakan pasangan yang belum punya momongan itu sebagai aib. Heran boleh, tapi tidak perlulah dimaksimalkan. Sampai sindir-menyindir. Wallahu’alam. Karena kita punya anak-anak. Jangan hingga Allah kasih “yang dianggap aib” itu ke bawah umur kita sendiri yang dulu orangtuanya doyan nyinyir-nyinyir. 

Nah, ada lagi kondisi dilema kala 'kapan punya anak' ini muncul. Karena anak yaitu titipan Tuhan, seakan-akan yang belum punya anak ini nggak dipercaya oleh Allah untuk mengasuh anak. Ini berat, alasannya sempat terbesit fatwa begini pada saya. Apalagi pasca keguguran, ketika titipan Tuhan itu diambil lagi. Ngeri rasanya.


Tahu nggak, dari bertahun-tahun saya hanya berdua dengan suami, hanya ada beberapa yang memberi opini berbeda :

"Yang penting samara"

"Santai aja, pacaran aja. Halal aja toh"
Dan orang-orang ini bisa dihitung dengan jari.


Nikmat mana yang kau dustakan

Iya, usang kelamaan saya bertambah syukur, saya lebih paham sama mereka yang belum dikasih momongan, juga pada mereka yang dikasih momongan terus-menerus. Teman-teman saya yang punya banyak anak, kadang malu juga kena sindir sekitar. Jadi, bila berjumpa mendingan sama-sama mengajak bersyukur saja. 
Karena urusan anak itu hak prerogatifnya Allah.



Please !
Sedikit banyaknya saya jadi pengen kasih saran buat yang suka bertanya "kapan" :

1.      Please, rekam dulu sedikit perasaan lawan bicara, bila beliau udah nunduk-nunduk, senyum seperlunya dan nggak ada niat konsultasi nggak perlulah nanya plus kepo di luar jalur.

2.      Kalau niat basa-basi dan becanda, percayalah masih banyak candaan yang super berair dan basi. Silakan gugel bilamana perlu.

3.      Kalau keceplosan, ya udah niscaya dimaafkanlah ya. Jangan lupa serahkan camilan manis sekaleng sebagai proses pelega.

4.      Kapan boleh nanya, kapan lulus? kapan nikah?  Ya bila udah terang di depan mata, misal: Kapan Raisa ama babang Hamish nikah? *Eh..gimana sih ini.*

5.      Karena nanya 'kapan' itu gak diharamkan, cuma bikin baper, sesekali nanya kapan yang antimainstream ketika bertemu teman, misal:
"Hai teman, kapan Agresi Militer Belanda ke-II?"
"Kapan Jepang menduduki Indonesia pertama kalinya?"
Ini selain mencerdaskan juga menciptakan rajin buka buku sejarah. Resikonya paling ditanya balik : situ sehat?

6.      Kalau udah nggak tahan lagi, setidaknya dahului dengan meminta izin:
"Eh, saya boleh nggak nanya kau kapan nikah?"
"NGGAK BOLEH"
"Ooo… padahal a..a..a...a…ku serius mau ngelamar”
“Bisa diulang pertanyaannya?”


Khusus yang sanggup kejutan ditanya 'Kapan' terus, mungkin hal-hal berikut bisa dilakukan :

1.       Bawa senyum aja. Karena bawa perhiasannya gak mungkin.

2.       Biarin aja. Karena sesudah itu niscaya ada pertanyaan kapan dan kapan dan kapan lagi. Kumpulkan saja (seperti saya)

3.       Kalau kesel, tahan makian. Lampiaskan saja makan buah dan sayur. Karena buah dan sayur selalu benar, sedangkan makan mie instan seringkali penuh penyesalan setelahnya.

4.       Kalau udah nggak tahan lagi, tanya balik aja:"Kapan Mati?" Tapi ini nggak saya banget, ini tips dari sosmed.

5.       Tarik napas, sabar aja. Tarik lagi, keluarin. Hembuskan perlahan. “Ha, tadi nanya apa ya?” akal-akalan nggak denger. Kemudian tarik napas lagi. Begitu aja terus, jangan dijawab.

6.        Berdoa yang banyak. Karena doa orang yang teraniaya itu dikabulkan :D

7.        Kalau ditanya ‘Kapan nikah?’ Jawab aja:  BESOK. Kalau ditanya balik: emang sudah ada calonnya? Jawab lagi : ADA (Persoalan belum diketemukan Allah, diam2 aja)

8.       Kalau ditanya ‘Kapan punya anak?’ Jawab aja:  BESOK. Kalau ditanya balik: kok bisa (sambil liatin perut)? Jawab lagi : BISA AJA, yang nikah gres dua hari aja, besoknya bisa punya anak (Teeet… wrong answer)

9.       Menjawab BESOK bukan berarti berdusta, menjawab BESOK yaitu doa. Jadilah orang Jawa, yang besoknya bisa BESOK LUSA, BULAN BESOK, BESOK TAHUN DEPAN, dan TAHUN DEPANNYA.


10.     Apalagi ya tipsnya? Tambahin dong (yang udah nambahin ditulis di no. selanjutnya)

11. Tambahan dari MAYA (jejakmaya.com) : senyum dan bilang "tolong doain ya:"

Itulah dongeng saya perihal kapan-yang-dia-tidak-boleh-disebutkan-katanya. Kalau kalian udah ditanya ‘KAPAN’ apa hari ini? Kalau saya udah sanggup ‘KAPAN CMUMUT  PUNYA ADEK’? >.<




Salam,
Lidha Maul