Pengen-Pengen Kangen (Dilema Emak-Emak Rumahan)
"...Daripada ngelamun, mending makan salak"
Begitu kata penjual salak yang lewat.
Sejujurnya tidak ada penjual salak yang sedang lewat. Saya hanya teringat-ingat bahasa promosinya saja.
Tapi iya, saya sedang makan salak.
Saya kira, saya masih sanggup melongo sambil makan salak.
Mungkin bahasa promosinya sanggup diganti:
"Mau melongo sehat? melongo pintar? jangan lupa sambil kunyah salak"
Ya, walau pun agak janggal juga. Apa melongo tanpa salak itu nggak sehat? Nggak bikin pintar?
Lagipula buah salak tidak populer dalam urusan bikin sehat-bikin pintar. Buah salak justru sering dihindari alasannya yaitu kasus sembelitnya.
Sampai goresan pena ini dibaca terus ke bawah, saya bukan mau bahas salak dan sembelit.
Saya lagi melongo saja, lagi mikir-mikir. Salak hanya pendamping lamunan. Maunya beli jeruk, tapi kebetulan lagi mahal (dibanding salak).
Saya lagi berpikir ihwal impian, hasrat dan cita-cita.
Tahun 2017 ini saya lalui tanpa bikin resolusi. Ada sih resolusi saya yaitu DIET, yang ini pun sudah kena sindir ; "apaan, segitu aja udah diet."
Tapi, ya biarlah. Yang penting saya sudah punya target. Punya impian. Biar hidup nggak suram-suram amat.
Tahun 2016 kemudian saya punya impian 'back to work'. Saya kangen kerja, kangen ngajar, kangen sanggup ngasih "sesuatu" ke ortu. Buat saya, bekerja (mengajar) artinya sayalah yang belajar. Bertemu dengan orang-orang baru, mendengar dongeng mereka, berguru memahami keganjilan, eksperimen, pengalaman lain, termasuk seni mengolah emosi, lebih banyak saya dapatkan di luar rumah, dalam hal ini bekerja.
Bedanya, saya tidak mau lagi mengajar anak SMA. Saya tidak mau ada pe-er di rumah. Tahu sendiri, jadi guru itu banyak banget pe-ernya. Saya mau coba sesuatu yang gres dan beda, jadi DOSEN. Dalam benak saya, tak perlulah ambil setiap hari bekerja. Dua hari dalam seminggu mengajar sudah cukup. Kalau sanggup kampusnya yang tidak sukar saya jangkau. Saya lihat beberapa teman blogger yang menjadi dosen, tulisannya cakep-cakep. Diksi mereka lebih mantap dan sarat pengetahuan. Contohnya saja mbak Yervi Hesna. Saya juga pengen sanggup nulis anggun menyerupai itu. Gaji kecil buat saya tidak masalah, yang penting nominalnya banyak (*hah*) yang penting pekerjaannya sesuai selera saya. Ya, kira-kira begitu.
Ini sih maunya kebanyakan ya..
Tapi,
Sekitar pertengahan 2016 atau setelahnya, saya benar-benar ditawari menjadi DOSEN.
Saya ulangi lagi bab menyenangkannya : ditawari bukan mencari.
Yang perlu saya lakukan, hanya kirim biodata dan ahad depannya langsung bekerja. Ora di tes-tes lagi. Karena mereka butuh cepat. Kampusnya pun bersahabat dengan rumah ortu, itu artinya saya sanggup titipkan C'Mumut.
Saya senang?
SENANG PAKE CAPSLOCK DAN BOLD
sekaligus linglung.
Karena semua pertanyaan dan bayangan masa lalulah yang keluar.
Apa iya ini yang saya mau? Apa iya nanti langgeng-langgeng saja. Karena tiap mengerjakan sesuatu, saya inginnya serius dan fokus. Pengalaman jelek saya ketika mengajar dahulu yaitu saya tidak yakin ada yang benar-benar memahami saya. Terlebih sesudah menikah begini, tantangan terberat justru saya rasakan dari Pak Suami.
Beliau kurang suka dengan istri bekerja. Tapi tidak pernah pula melarang. Paksu lebih senang istrinya di rumah, memasak, mencuci, bersih-bersih (lho itu juga bekerja ya). Alasan logisnya alasannya yaitu mengkhawatirkan saya capek. Tapi berdasarkan saya capek itu terbagi dua:
*capek yang menyenangkan, dan
*capek yang tidak membahagiakan.
Capek yang menyenangkan contohnya travelling - pergi ke Dieng. Capek sih, tapi senang banget rasanya. Sedang capek yang tidak menyenangkan, ya boleh dibentuk dan diingat-ingat sendiri. Faktanya, capek itu normal.
Dalam beberapa insiden di masa lalu, tiap kali saya pulang kerja dan dongeng pada Pak Suami, "hari ini capek banget." Maka dengan susunan aksara dan intonasi yang sama, paksu akan berkata: "kalau capek ya udah berhenti aja."
Rasanya nyesek bin nyesel udah curhat.
Pada alhasil saya memang berhenti dengan alasan 40% alasannya yaitu ucapannya.
Karena itulah, bayangan-bayangan masa silam ini terus membuntuti (ini orisinil lebay banget sih pilihan katanya). Untuk itu saya benar-benar niat 'tidak akan pamer capek kepada Paksu' (pamerin otot aja). Tapi, ditambah adanya C'Mumut dan apa iya jika pulang kerja saya sanggup santai, leyeh-leyeh, mandi dengan senang kayak iklan-iklan di tv itu? Yang ada seabrek pekerjaan bakalan menanti.
Terus "nggak boleh bilang capek" ?
Terus lelah hayati masih bisa?
Intinya saya kebanyakan mikir, hingga alhasil tawaran itu melayang.
Saya sedih? Ya.
PUNCAKNYA, ketika memulai menulis ini saya sedang di Solo, satu hari sesudah dinner bareng para Coach (bisnis). Para emak-emak pengusaha yang juga coach ini saling bercerita ihwal administrasi keuangannya, ihwal potensi pasar, ihwal perkembangan perjuangan mereka.
Dan saya?
Sedang lompat-lompat di luar bareng C'Mumut menangkap balon gasnya yang alhasil terbang bersama angin yang membawa hujan turun. Tidak ada satu pun yang bawa anak kecil ke program waw ini.
Sambil mengamati tawa-tawa para Coach itu, impulsif jadi membandingkan diri saya yang setengah berair kena hujan dan muntahan C'Mumut (dia nggak kena hujan cuma kedinginan).
Pikiran saya kemudian terbang.
Ketika dulu berhenti mengajar, saya mau perjuangan jual brownies. Kebetulan lagi senang-senangnya bikin makanan ringan manis dan Alhamdulillah ada aja korban-korbannya yang mau beli. Pelan-pelan (dengan kege-eran alasannya yaitu ada yang suka makanan ringan manis saya) mulai nyicil alat-alatnya. Tapi, lagi-lagi Paksu kurang antusias,
Kemudian, saya tergila-gila berkebun. Saya ikut training hidroponik. Mauuu pake banget punya perjuangan tanaman hidroponik. Tapi lagi-lagi Paksu tidak menyetujui anjuran bangkit ini-itu untuk hidroponik. Semangat saya jadi hidroponiker kayak om Sadino langsung kendor.
Alhamdulillah sering gagal ^_^ |
Melihat para emak-emak pengusaha itu, muncul perasaan abu-abu di dada, coba aja saya punya perjuangan apa gitu kek, atau kerja kek, setidaknya sanggup jadi "orang" juga kayak orang-orang itu. Sekarang mau seriusin apa aja kadung susah.
Sementara saya masih pengen berguru lagi, pengen ngerasain kuliah lagi, kangen kerja, atau menuntut ilmu (walau katanya ilmu nggak bersalah). Saya menulis pun agar tetap waras. Sayangnya, nggak semua di sekitar saya mengerti soal kewarasan ini, atau pelepasan atau katarsis. Saya masih pengen waras, masih pengen jadi orang-orang yang berakal.
Ah, goresan pena apa sih ini, curhat bener
Oya lupa, ini kan emang ChitChat ya :D
Baidewey, jika curhat bukan berarti nggak bersyukur ya kan :D (siap-siap mengalihkan isyu). Biar saya tulis saja disini jika sebetulnya saya bersyukur.
Saya bersyukur sanggup ikut program dinner bareng Coach dan pengusaha tenar. Bayangkan! Walaupun saya yang nggak punya pekerjaan ini, nggak punya perjuangan apa pun, tapi sanggup ikut dinner khusus bareng seleb-seleb entrepreneur. Ada mbak Sally Giovani owner Batik Trusmi yang ternyata ca'em banget, ada mas Rendy Saputra yang biasa saya pantengin ilmunya di Youtube, ada owner Bakso Tengkleng (Bakso Itu Daging Katanya! Betul?) ada Owner RM Bebek Pak Ndut (plus bebeknya juga ada), belum lagi yang dari daerah-daerah di penjuru Nusantara. Kerennn.
Saya juga bersyukur, bahkan tanpa ada yang mengundang saya secara khusus, saya masih sanggup nyempil di program ini dengan tetap pribadi bin elegan. Yess.
Saya juga senang, C'Mumut lahap bener makan malamnya, semuanya ia cicipin. Dan menyerupai biasanya, sisanya saya yang menghabiskan. #FailedDiet
Saya juga senang, C'Mumut lahap bener makan malamnya, semuanya ia cicipin. Dan menyerupai biasanya, sisanya saya yang menghabiskan. #FailedDiet
Terakhir, saya sangat bersyukur, sanggup menolong orang-orang yang ndak tahu dimana letak toiletnya. Begitulah nasib bawa anak kecil, maen di luar, yang sebentar kotor sebentar ngompol.
Alhamdulillah ya, pokoknya sekecil apapun disyukuri saja. Walaupun bentuk syukurnya agak dicari-cari :D
Sudah ah, saya nggak tahu mau nulis apa lagi.
Situ IRT rumahan juga?
Salam,
Lidha Maul
Lidha Maul
------------------------------
*Tulisan ini diangsur di 4 lokasi : Solo-Jogja-Malang-Balikpapan
*Sebenarnya salaknya sudah habis dikala menuju Malang (penting tahu nggak sih?nggak ya)
*Sebenarnya salaknya sudah habis dikala menuju Malang (penting tahu nggak sih?nggak ya)