Makalah Ekonomi Islam
MAKALAH EKONOMI ISLAM
Murabahah
A. Pendahuluan
Islam ialah agama yang maha sempurna, oleh karenanya tidak ada satu aspek pun dalam kasus insan yang luput dari kajian dan perhatian Islam. Allah swt telah merumuskan dan menyempurnakan segala bentuk aturannya untuk dijadikan sebagai panduan bagi segenap umat Islam. Begitupun dalam urusan muamalah, walaupun Islam tidak mempunyai peraturan secara rinci tentang sistem Ekonomi Islam, namun Islam mempunyai fondasi, aturan dasar atau pengarahan yang pokok dan beberapa cabang penting dalam Ekonomi Islam, yang seyogyanya menjadi acuan dasar bagi umat islam dalam menjalankan acara muamalahnya. Seperti halnya dalam menyikapi kredit yang marak terjadi di perbankan kovensional, maka sebenarnya Islam telah jauh-jauh hari memiliki sistem yang berkenaan dengan itu, ini merupakan hasil interpretasi yang dilakukanan oleh para ulama terdahulu. Mereka telah membahas tentang jenis-jenis transaksi yang dapat diaplikasikan pada perbankan syariah dan forum keuangan islam lainnya. Diantara jenis transaksi tersebut adalah bai al-Murabahah. Jenis transaksi ini merupakan transaksi yang simpel dan mudah untuk dilaksanakan.
Maka tidak aneh jikalau pembiayaan al-Murabahah ini merupakan salah satu produk yang paling “populer” dan diminati oleh para nasabah perbankan syariah dan Institusi Islam lainnya. Sebagai contohnya, dari total Rp. 112,844 milyar pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah dan unit perjuangan syariah, porsi pembiayaan Murabahah mencapai 64,54 persen dari total dana yang di keluarkan, di bandingkan dengan akad mudharabah yang hanya mencapai 10,48 persen. Namun demikian, jikalau kita sedikit memperhatikan pada tatanan praktek dan implementasi yang ada, tidak sedikit dalam pelaksanan konsep Murabahah sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh para pakar dan praktisi muamalah, lebih jauhnya ada yang bertentangan dengan pokok ajaran islam, yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Oleh karena itu, beberapa tahun kebelakang ada istilah yang muncul yaitu mensyariahkan bank syariah
B. Pembahasan
1. Pengertian Murabahah
Murabahah ialah jual beli barang pada harga asal dengan embel-embel keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan memilih suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. Murabahah merupakan suatu kepingan dari bentuk jual beli yang bersifat amanah dan berdasarkan ulama’ definisi Murabahah (secara fiqih) ialah janji jual beli atas barang tertentu. Dalam transaksi penjualan tersebut, penjual menyebutkan dengan .jelas barang yang akan dibeli termasuk harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.
Sesuai dengan sifat bisnis (tijaroh), transaksi murabahah mempunyai beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Murabahah memberi banyak manfaat kepada forum keuangan syari’ah, salah satunya ialah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual terhadap anggota. Selain itu sistem murabahah juga sangat sederhana, hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di forum keuangan syari’ah.[1]
Diantara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain:
1. Default atau kelalaian, anggota sengaja tidak membayar angsuran.
2. Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk anggota. Sehingga bank tidak mengubah harga jual beli tersebut.
3. Penolakan anggota, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh anggota lantaran aneka macam sebab, bisa jadi lantaran rusak dalam perjalanan sehingga anggota tidak mau menerimanya, lantaran itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi.
4. Dijual, lantaran murabahah bersifat jual beli dengan utang maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik anggota. Anggota bebas melaksanakan apapun terhadap asset miliknya tersebut untuk menjualnya. Jika terjadi demikian,risiko untuk default akan besar.
Dari aneka macam pemaparan di atas maka yang dimaksud dengan pembiayaan murabahah ialah pembiayaan yang diberikan kepada anggota dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi, atas transaksi ini BMT memperoleh sejumlah keuntungan (mark up) yang telah disepakati antara pihak BMT dan calon anggota.
2. Landasan Hukum
Landasan aturan janji murabahah ini adalah:
1. Al-Quran
Ayat-ayat Al-Quran yang secara umum membolehkan jual beli, diantaranya ialah firman Allah :
“..dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah:275).
Ayat ini memperlihatkan bolehnya melaksanakan transaksi jual beli dan murabahah merupakan salah satu bentuk dari jual beli.
2. Dan firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisaa:29).
3. As-Sunnah
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam: “Pendapatan yang paling afdhal (utama) ialah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”. (HR. Ahmad Al Bazzar Ath Thabrani).
Hadits dari riwayat Ibnu Majah, dari Syuaib :
”Tiga kasus yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual” (HR. Ibnu Majah).
4. Al-Ijma
Transaksi ini sudah dipraktekkan di aneka macam kurun dan daerah tanpa ada yang mengingkarinya, ini berarti para ulama menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., hal. 200).
a). kaidah Fiqh, yang menyatakan:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
b). Fatwa Dewan Syariah Nasonal Majelis Ulama Indonesia No.04/DSN-MUI/IV/2000,tentang MURABAHAH.
3. Rukun Bai’ Al-Murabahah
Rukun Murabahah dalam perbankan ialah sama dengan fiqih dan hanya dianalogikan dalam praktek perbankannya, seperti:
a. Penjual (ba’i) dianalogikan sebagai BMT.
b. Pembeli (musytari) dianalogikan sebagai anggota.
c. Barang yang akan diperjualbelikan (mabi’ ) yaitu jenis pembiayaan.
d. Harga (Tsaman) dianalogikan sebagai pricing atau plafond pembiyaan.
e. Ijab dan qobul dianalogikan sebagai janji perjanjian yaitu pernyatan persetujuan yang dituangkan dalam akad.
4. Syarat Bai’ al-Murabahah
a. penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah/anggota.
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
c. Kontrak harus bebas dari riba
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sehabis pembelian
e. Penjual harus memberikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, contohnya kalau pembelian dilakukan secara hutang.
5. Aplikasi Murabahah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Dalam konsep di perbankan syariah maupun di Lembaga Keuangan Syariah (BMT), jual beli murabahah sanggup dibedakan menjadi 2, yaitu:
1) Murabahah tanpa pesanan
Murabahah tanpa pesanan ialah jenis jual beli murabahah yangdilakukan dengan tidak melihat adanya nasabah yang memesan(mengajukan pembiayaan) atau tidak, sehingga penyediaan barangMurabahah merupakanbagian terpenting dari jual beli dan prinsip janji ini dilakukan oleh bank atau BMTsendiri dan dilakukan tidak terkait denganjual beli murabahah sendiri.Dengan kata lain, dalam murabahah tanpa pesanan, bank syariahatau BMT menyediakan barang atau persediaan barang yang akan di perjual belikan dilakukan tanpa memperhatikan ada nasabah yang membeli atau tidak.
Proses pengadaan barang dilakukansebelum transaksi / janji jual beli murabahah dilakukan. Pengadaanbarang yang dilakukan bank syariah atau BMT ini sanggup dilakukan denganbeberapa cara antara lain :
a. Membeli barang jadi kepada produsen (prinsip murabahah).
b. Memesan kepada pembuat barang / produsen dengan pembayarandilakukan secara keseluruhan setelah janji (Prinsip salam).
c. Memesan kepada pembuat barang / produsen dengan pembayaran yangdilakukan di depan, selama dalam masa pembuatan, atau setelahpenyerahan barang (prinsip isthisna).
d. Merupakan barang-barang dari persediaan mudharabah atau musyarakah.[2]
2) Murabahah Berdasarkan Pesanan
yang dimaksud dengan murabahah berdasarkan pesanan ialah jual beli murabahah yang dilakukan setelah ada pesanan dari pemesan atau nasabah yang mengajukan pembiayaan murabahah.Jadi dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank syariah atau BMT melaksanakan pengadaan barang dan melaksanakan transaksi jual beli setelah ada nasabah yang memesan untuk dibelikan barang atau assetsesuai dengan apa yang diinginkan nasabah tersebut.
3) Penerapan dan Skema Murabahah
Murabahah sebagaimana yang diterapkan dalam perbankan syariah,pada prinsipnya didasarkan pada 2 (dua) elemen pokok, yaitu harga beli sertabiaya yang terkait dan kesepakatan atas mark-up. Ciri dasar kontrakpembiayaan murabahah ialah sebagai berikut:
a. Pembeli harus mempunyai pengetahuan wacana biaya-biaya terkait dan hargapokok barang dan batas mark-up harus ditetapkan dalam bentuk persentasedari total harga plus biaya-biayanya.
b. Apa yang dijual ialah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang.
c. Apa yang diperjual-belikan harus ada dan dimiliki oleh penjual atauwakilnya dan harus bisa menyerahkan barang itu kepada pembeli.
d. Pembayarannya ditangguhkan.
Bank-bank syariah umumnya mengadopsi Murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna pembelianbarang meskipun mungkin nasabah tidak mempunyai uang untuk membayar.Kemudian Dalam prakteknya di perbankan Islam, sebagian besar kontrakmurabahah yang dilakukan ialah dengan menggunakan sistemMurabahah Kepada Pemesan Pembelian (KPP).Hal ini dinamakan demikian lantaran pihakbank syariah semata-mata mengadakan barang atau asset untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang memesannya.
Terdapat juga pengembangan dari aplikasi pembiayaan murabahahdalam bank syariah atau BMT, yaitu dalam hal pengadaan barang. Dalam halini bank atau BMT menggunakan media akad wakalah untuk memberikankuasa kepada nasabah untuk membeli barang atas nama bank kepada supplier atau pabrik.
apabila pihak bank mewakilkan kepada nasabah untukmembeli barang dari pihak ketiga (supplier), maka kedua pihak harusmenandatangani kesepakatan agency (agency contract), dimana pihak bankmemberi otoritas kepada nasabah untuk menjadi agennya untuk membelikomoditas dari pihak ketiga atas nama bank, dengan kata lain nasabah menjadiwakil bank untuk membeli barang.
Kepemilikan barang hanya sebatas sebagai biro dari pihak bank.Selanjutnya nasabah memberikan gosip kepada pihak bank bahwa Ia telahmembeli barang, kemudian pihak bank memberikan barang tersebut kepadanasabah dan terbentuklah kontrak jual beli. Sehingga barang pun beralih kepemilikan menjadi milik nasabah dengan segala resikonya.[3]
6. Implementasi Pembiayaan Murabahah Pada Lembaga Keuangan Syari’ah
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, ialah forum keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis perjuangan mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan system ekonomi yang sallam: keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan. BMT sesuai namanya terdiri atas dua fungsi utama yaitu melaksanakan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro kecil antara lain dengan mendorong acara menabung dan menunjang pembiayaan acara ekonomi. Dan mendapatkan titipan zakat, infak, dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai peraturan dan amanahnya.
Baitul Mal Wat Tamwil merupakan forum ekonomi atau forum keuangan syariah nonperbankan yang sifatnya informal. Disebut informal lantaran forum keuangan ini didirikan oleh kelompok Swadaya Masyarakat yang berbeda dengan forum keuangan perbankan dan forum keuangan formal lainnya. Penggunaan tubuh aturan kelompok swadaya masyarakat dan koperasi untuk BMT tidak termasuk kepada forum keuangan formal yang dijelaskan pada UU No.10 tahun 1998 wacana Perbankan, yang sanggup dioperasikan untuk menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat.
Di BMT pada umumnya ada aneka macam macam produk yang ditawarkan, baik itu berupa funding (penghimpunan dana) dan juga lending (penyalur dana). Produk yang ditawarkan oleh forum BMT diantaranya adalah Murabahah, Mudharabah, Bai’ Bi’tsaman Ajil, Musyarakah, dan Qardul Hasan, hingga dikala ini semua jenis produk pembiayaan dipakai oleh pihak BMT, namun yang sering dipakai atau diminati oleh masyarakat yaitu pembiayaan dengan akad Murabahah, dirasa cukup kondusif dan gampang untuk prosesnya guna kebutuhan masyarakat.
Murabahah yaitu pembiayaan yang pembayarannya dilakukan oleh anggota setelah jatuh tempo dengan harga dasar barang yang dibeli yang kemudian ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Adapun kelebihan dari kontrak murabahah ialah dengan pembayaran tangguh (ditunda) ialah pertama, pembeli atau si nasabah mengetahui semua biaya yang semestinya serta mengetahui harga pokok utama barang tersebut dan keuntungan. Kedua, penjualan hendaknya dimiliki penjual dan ia harus bisa mengirimkannya kepada pembeli. Dan yang terakhir melaksanakan pembayaran ditunda tersebut. Hal ini bisa menjadi kasus kenapa pembiayaan murabahah lebih banyak peminatnya atau lebih diunggulkan. Sah-sah saja kalau bank syariah lebih memperbanyak pembiayaan murabahah, lantaran sistem yang cepat dan relative gampang serta tidak beresiko dibanding dengan produk pembiayaan yang lain.
Menurut UU No. 7 tahun 1992 wacana perbankan sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 tahun 1998 wacana perbankan dalam pasal 1 nomor (12): “Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ialah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang didanai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil” dan nomor 13: “Prinsip syariah ialah aturan perjanjian berdasarkan aturan Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan acara usaha, atau acara lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan syariah atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif. Menurut ketentuan Bank Indonesia aktiva produktif ialah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syari’ah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening administrative serta Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia. (Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003).
Jika dilihat pada Bank umum, pembiayaan disebut loan, sementara di Bank Syari’ah disebutfinancing. Sedangkan balas jasa yang diberikan atau diterima pada Bank umum berupa bunga (interest loan atau deposit) dalam persentase pasti. Sementara pada Perbankan Syariah, dengan memberi dan mendapatkan balas jasa berdasarkan perjanjian (akad) bagi hasil, margin dan jasa.
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan tingkat mikro. Secara makkro dijelaskan bahwa pembiayaan bertujuan untuk peningkatan ekonomi umat, tersedianya dana bagi peningkatan usaha, meningkatkan produktivitas, membuka lapangan kerja baru, serta terjadinya distribusi pendapatan. Adapun secara mikro, pembiayaan bertujuan untuk upaya memaksimalkan laba, upaya meminimalkan risiko, pendayagunaan sumber ekonomi, serta penyaluran kelebihan dana.
Bai’ al-Murabahah yaitu jual beli barang pada harga semula dengan embel-embel keuntungan yang disepakati. Dalam istilah teknis perbankan syariah murabahah ini diartikan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara Bank Syariah dengan nasabah, dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian materi baku atau modal kerja lainnya yang diharapkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank = (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan.
Sebagaimana fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), karakteristik pembiayaan murabahah berbeda dengan kredit yang terjadi pada perbankan konvensional. Diantaranya harga jual kredit kepada konsumen pada perbankan konvensional menggunakan tingkat bunga yang tergantung situasi pasar, sedangkan pada pembiayaan murabahah, margin/tingkat keuntungan murabahah (bila sudah terjadi ijab kabul) bersifat tetap, sehingga harga jual tidak bioleh berubah. Jadi, semenjak awal perjanjian hingga dengan masa pelunasan, bank syariah tidak diperbolehkan mengubah harga yang telah diperjanjikan/diakadkan. Pada perbankan syariah diwajibkan adanya suatu barang yang diperjualbelikan. Barang yang diperjualbelikan tersebut berupa harta yang terperinci harganya, menyerupai kendaraan beroda empat atau motor. Sedangkan janji kredit perbankan konvensional terhadap konsumen berupa janji pinjam meminjam yang dalam hal ini belum tentu ada barangnya.
Syarat Bai’ Murabahah diantaranya ialah Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah, kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan, kontrak harus bebas riba, penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sehabis pembelian, penjual harus memberikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, contohnya kalau pembelian dilakukan secara utang. Jual beli secara murabahah hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual. Bila produk tersebut belum dikuasai oleh penjual, sistem yang dipakai ialah murabahah kepada pemesanan. Pembiayaan dengan prinsip murabahah memiliki manfaat diantaranya ialah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dan harga jual kepada nasabah, bentuk pembiayaannya sederhana sehingga memudahkan manajemen di bank syariah.
Dalam pelaksanaan permohonan pertolongan pembiayaan secara umum didasarkan pada 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition). Yang pertama yaitu karakter, evaluasi terhadap huruf atau kepribadian calon debitur dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa nasabah pengguna dana atau anggota pengguna BMT yang mengajukan pembiayaan sanggup memenuhi kewajiban. Yang kedua ialah capacity, Pengertian capacity berkaitan erat dengan kemampuan debitur mengelola pinjaman yang diberikan oleh Bank. Berarti kalau debitur tidak mempunyai kemampuan baik dalam memenuhi kewajibannya, maka pihak BMT yang akan dirugikan. Yang ketiga ialah capital, capitalberhubungan erat dengan soal keuangan dan permodalan si peminjam. Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon debitur yang diukur dengan posisi usahanya dengan keseluruhan melalui risiko finansialnya dan penekanan pada momposisi modalnya. Yang keempat adalah collateral, Collateral menyangkut jaminan yang merupakan pengamanan terakhir dari kredit yang diberikan. Collateral dalam BMT lebih ditekankan pada faktor kepercayaan, kedekatan kekerabatan dengan pengusaha dan acara usahanya, saling mengenal lantaran usahanya tidak luas melalui tanggung renteng dan atau bersama tokoh setempat yang diiringi pengkajian bersama. Dan yang terakhir, Condition yaitu Kegiatan yang sangat komplek lantaran keharusan menilai sesuatu kondisi eksternal dengan keterbatasan data yang tersedia. Berdasarkan teori 5C, sebagian besar forum keuangan syariah telah memberikan pembiayaan murabahah kepada anggota sesuai dengan teori yaitu memberikan pembiayaan untuk modal perjuangan nasabah juga sudah ditetapkan bagi hasil yang ditanggung nasabah sebesar 2% atas risiko yang ada dari berjalannya perjuangan tersebut.
Dalam mengajukan permohonan pembiayaan, sebagian besar biasanya forum melaksanakan survey terlebih dahulu terhadap calon anggota dan itu niscaya dilakukan oleh pihak lembaga, apalagi kalau terdapat calon anggota yang kenal bersahabat dengan pihak lembaga, maka hal ini akan memudahkan forum untuk mengidentifikasi serta melihat huruf calon anggota tersebut. Adapun alasan kalau forum tidak melaksanakan survey ke calon anggota yang mengajukan pembiayaan biasanya dikarenakan keterbatasan tenaga kerja untuk melaksanakan survei. Sebenarnya untuk menganalisis pembiayaan tidak semua prinsip digunakan, yang penting kalau melaksanakan analisis bisa menyelamatkan pembiayaan yang diberikan kepada anggota. Namun, juga harus berusaha meminimalkan resiko yang timbul akhir pembiayaan tersebut.
C. Penutup
I. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas sanggup disimpulkan bahwa; Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalil yang menjadi landasanmurabahah adalah QS. An-Nissa’: 29, Al-Baqarah: 275 dan beberapa hadits Rasulullah Saw. Dalam perbankan syariah, murabahah mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank Islam. Dan di negara Indonesia sendiri dikenal dengan jual beli Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP); Murabah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya ialah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah
DAFTAR PUSTAKA
Andri Soemitra, 2016. Bank dan forum keuangan syariah. Jakarta: kencana
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
[1] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Cet. I: Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 101.
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank syariah,h. 102.
[3] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Cet. I: Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 105.