Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Contoh 2019 / 2020 Part 36

Contoh 2019 / 2020 Part 36


Dibawah ini kami siapkan Contoh Indonesia (UKDI) Edisi Ke 36 dan Kunci Jawaban Disertai dengan Pembahasan


 Dibawah ini kami siapkan Contoh  Indonesia  Contoh  2019 / 2020 Part 36
Contoh 2019 / 2020

Hai teman-teman sahabat ukdi-dokter.blogspot.com semuanya, dibawha ini telah kami siapkan contoh atihan soal Uji Kompetensi Dokter beserta kunci jawabannya, selamat belajar teman-teman


1. Seorang perempuan 25 th datang dengan keluhan pegal dan kebas diseluruh jari2 tangannya.pasien juga mengeluh mudah lemas dan sering cepat letih.pasien mengaku selama ini sedang pengobatan tb bulan ke 2,pasien juga mengaku hanya meminum obat tb saja dan tidak ada obat yang laen. Obat apakah yang memungkinkan terjadi pada pasien ini?

a. INH
b. Rimfamisin
c. Etambutol
d. Pirasinamid
e. Etambutol

Jawaban : d. Pirasinamid



2. Obat OAT yang menyebabkan gangguan penglihatan?

a. Ripamfisin
b. Isoniazid
c. Etambutol
d. Pyrazinamid
e. Streptomisin

Jawaban : c. Etambutol

EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA
  • INH →Neuropati perifer (kesemutan sampai rasa terbakar di kaki) dapat dicengah dengan pemberian vitamin B6(piridoxin)100 mg/hri, hepatotoksik
  • Rifampisin → tidak ada nafsu makan,mual,sakit perut, warna kemerakan pada urine seni, hepatotoksik
  • Pirasinamid→nyeri sendi, asam urat
  • streptomicin→nefrotoksik, gangguan nervus VIII(tuli),gangguan keseimbangan
  • etambutol→gangguan penglihatan
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan IPD jilid 2 hal 1008



3. Pasien datang dengan keluhan sakit pada pipi kanan dan kiri disertai bengkak dengan lendir berwarna kuning kehijauan,diagnose pasien tersebut adalah ?

a. sinusitis maxilaris.
b. s.frontalis,
c. S.ethmoidalis,
d. s.spheinodalis
e. polip nasi

Jawaban : a. sinusitis maxilaris.
Pembahasan :
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis maksilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinisitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksilla dan sinus ethmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum berkembang.

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.

Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi oleh karena:
  • Merupakan sinus paranasal yang terbesar.
  • Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia.
  • Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila
  • Ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksilla nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.

Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid anterior) terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan atau seperti meraba beludru. Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai.

Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan rapat, jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung. Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal. Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit. Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau jamur.



4. Seorang laki-laki 40 tahun dibawa oleh masyarakat karena kecelakaan lalu lintas. Keadaan pasien compos mentis, mengeluh kesakitan, tegang pada perut bagian depan. Pemeriksaan fisik TD:80/60 N:140x/menit. Tindakan yang tepat pada kasus diatas:

a. Pemberian alfa agonis
b. Pemasangan CVP
c. Resusitasi cairan 20cc/kgBB
d. Transfusi darah
e. Laparatomi

Jawaban : c. Resusitasi cairan 20cc/kgBB
Pembahasan :
Management of Trauma Patients
- Primary Survey (ABCDE)
  • A – Airway & cervical spine control
  • B – Breathing & ventilation support
  • C – Circulation & hemorrhage control
  • D – Disability / Neurologic Assessment
  • E – Exposure for Complete Examination & hypothermia prevention
- Resuscitation
- Secondary Survey
- Diagnostic Evaluation
- Definitive Care

Diagnosis  Trauma Tumpul Abdomen
  • Paling sering pada trauma abdomen
  • Jejas tidak selalu menunjukkan organ injury
  • Paling sering menimbulkan gangguan hemodinamik (CIRCULATION) – perdarahan yang tidak nampak à HATI-HATI !!
  • PRIMARY SURVEY à Kematian ↗
  • Organ yang cedera : terbanyak pada tubuh manusia (lien, hepar, pancreas, gaster, usus, ginjal, ureter, VU, uterus, dll..)
Pemeriksaan Fisik
 Paling berguna pada primary survey
 Pada secondary survey untuk identifikasi kemungkinan cedera organ
 Pada kasus2 meragukan (equivocal): sensitivitas 50-60 %
 Harus sistematis, tepat & cepat

Pemeriksaan Penunjang
Foto polos
  • Abdomen x-ray: tidak terlalu diandalkan
  • Chest x-ray : mandatory
Laboratorium
  • Serial Hb/Hct – untuk monitoring perdarahan : tidak sensitif / perlu waktu
    rapid hemorrhage - false negative
    crystalloid hemodilution - false positive
  • Digunakan untuk baseline follow-up
    USG FAST
    DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage)
    CT scan abdomen
INDIKASI LAPARATOMI PASIEN TRAUMA
  • Trauma abdomen dengan DPL positif atau USG positif dengan hemodinamik tidak stabil.
  • Hemodinamik tidak stabil berulang walaupun telah diresusitasi cairan, tanpa adanya perdarahan eksterna/ di tempat lain
  • Luka tembus/ penetrans
  • Eviscerasi organ abdomen
  • Peritonitis dini atau menyusul
  • Adanya udara bebas (free air), udara retroperitoneum, atau ruptur diafragma
  • CT kontras yang memperlihatkan ruptur trakturs gastrointestinal atau cedera organ solid



5. Seorang laki-laki 40 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan bengkak kedua tungkai bawah sampai kedua kaki sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mudah seseg nafas bila berjalan agak jauh. Pemeriksaan fisik TD: 170 /95. Pitting edem (+). Dokter akan memberikan terapi diuretik. Pilihan obat diuretik yang tepat:

a. Thiazid
b. Isosorbid
c. Manitol
d. Furosemid
e. Acetazolamid

Jawaban : d. Furosemid
Pembahasan :
  • Diuresis osmosis: osmolaritas--> manitol dosis 1cc/kgBB
  • Force diuretk : furosemide:loop anhle, thiazide, spironolakton sekitar 1 minggu masih ada efek
  • Acetazolamide: di bagian mata
  • Pada kasus di atas pasien mengeluh sesak saat aktivitas (dispneu d effort), disertai dengan edema tungkai dan adanya hipertensi --> kemungkinan pasien mengalami gagal jantung, Penegakkan diagnosis gagal jantung :
  • Gagal jantung Kongestif --> Yaitu gagal jantung yang disertai retensi cairan & edema
Keluhan :  Dyspnea

Gejala :
• Tanda bendungan/retensi cairan :
  • Edema kaki-tungkai-scrotum-labia mayor
  • Ascites
  • Hepato-splenomegali
  • Distensi Vena Jugularis

Pemeriksaan fisik paru : ronchi basah basal (+)/(+)

Prinsip Terapi
I. Mengurangi “Preload” (Venodilator), dilatasi vena menurunkan pre load  menurunkan keluhan edema
  1. MORFIN IV
    - Venodilatasi
    - menurunkan tekanan kapiler paru
    - meburunkan kecemasan
  2. FUROSEMID IV
    Efek : - Venodilatasi Langsung - Diuresis  Menurunkan “Left Ventricular”“Filling Pressure”(5-15’)
  3. NITRAT : - IV  Hati-hati : Hipotensi
II. Meningkatkan  kontraksi jantung
  1. Dobutamin
  2. Dopamin
  3. Digoksin
III. Mengurangi “After Load” (Arteridilator)  menurunkan beban ventrikel kiri untuk kontraksi  meningkatkan curah Jantung
  1. ACE Inhibitor &/ ARB
  2. Nitrat
IV. Memperbaiki denyut Jantung :
– Irama
– Kecepatan/frekwensi

Terapi Farmakologik
1. (D) : Diuretik
  • Mengurangi beban jantung
  • Mengurangi kelebihan cairan
2. (D) : Digoxin (Glikosida)
  • Efek : inotropik positip
3. (D) : Dilator :
  • ACE Inhibitor
  • Angiotensin II Receptor Blocker
  • Nitrat
  • Direct Vasodilator (Hydralasin)
4. (B) : Beta Blockers : Cardioselectif
  • Bisoprolol
  • Carvedilol
  • etroprolol
5. (A) : Aldosteron Antagonist :
  • Spironolakton Dosis Rendah
  • Hati-hati :
  • Disfungsi renal
  • Hiperkalemia
6. (I) : Inotropic Agent :
  • Dopamin
  • Dobutamin



6. Seorang wanita 30 tahun tiba-tiba pingsan, sejak dua hari yang lalu mengeluh sering pipis dengan jumlah yang banyak setelah minum obat pelangsing. Pemeriksaan fisik tampak obes. Tekanan darah 110/70. Tidak ada tanda trauma. Pemeriksaan ECG dan neurologis normal. Obat yang paling mungkin telah diminum oleh pasien?

a. acetazolamide
b. furosemide
c. Hidroclorothiazide
d. Spironolacton
e. Amiloride

Jawaban : b. furosemide



7. Seorang laki-laki 22 tahun dating diantar keluarganya ke UGD RS dengan keluhan tidak sadar setelah tertabrak motor dan kepala bagian kiri terbentur aspal. Lima menit kemudian pasien sadar namun tidak mengingat kejadian yang menimpanya. Pasien muntah tanpa disertai mual dan gelisah. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan TD 150/80 mmHg, nadi 62 x/ m, respirasi 20 x/ m, temperature 37oC. GCS 15, pupil isokor, tidak ada lateralisasi. Penanganan awal yang tepat diberikan:

a. Furosemid 40 mg iv
b. Tablet asetazolamid 3x250 mg
c. Infuse manitol 20%
d. Dexamethason 20 mg iv
e. Infuse NaCl 0,9%

Jawaban : -
Pembahasan :
Pada kasus di atas, pasien mengalami cedera kepala jenis Komosio cerebri  Goncangan otak yang menimbulkan gangguan fungsi otak, terjadi segera setelah trauma kapitis berupa pingsan sebentar & cenderung untuk sembuh spontan, tanpa ada kelainan organik pada jaringan otak.

Gejala klinis :
  • Gangguan kesadaran yang berlangsung singkat beberapa detik hingga 10 menit.
  • Retrograd amnesia yaitu lupa akan kejadian sesaat sebelum kejadian
  • Mual, muntah , pusing dan nyeri kepala
  • Pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan
  • Lumbal punksi dan EEG normal.
Tindakan :
  • Istrahat baring ditempat tidur hingga semua keluhan hilang
  • Kemudian dilakukan mobilisasi bertahap
  • Symptomatic : analgetik,antiemetik dll
  • Dianjurkan tinggal di rumah sakit
Penanganan utama pada cedera kepala pun meliputi untuk mencegah terjadinya peningkatan intracranial, meliputi :
1. Menurunkan volume darah otak
  • Hiperventilasi
  • Elevasi kepala 30o dengan posisi di tengah dengan tujuan tidak menghambat venous return
  • Menurunkan metabolisme otak dengan pemberian barbiturat
  • Cegah atau atasi kejang
  • Cegah hiperpireksia
  • Apabila mungkin dilakukan surface cooling supaya terjadi hipothermia
  • Restriksi cairan 60% kebutuhan, kecuali bila hipotensi
2. Menurunkan volume dari cairan serebrospinal
  • Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
  • VP shunt
3. Menurunkan volume otak
  • Osmotik diuretik: Mannitol dosis awal 0,5-1 mg/KgBB IV kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 mg/KgBB IV setiap 4-6 jam
  • Loop diuretik: Furosemide 0,5-1 mg/KgBB/dosis IV tiap 6-12 jam
  • Steroid: Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dosis rumatan 0,1 mg/KgBB/dosis tiap 6 jam selama 3 hari
  • Apabila 1, 2, 3 tidak ada kemajuan, dipertimbangkan untuk melakukan temporal dekompresi dengan kraniektomi.



Demikianlah artikel kami ini dengan judul yaitu Contoh 2019 / 2020 Part 36. Semoga apa yang telah kami sajikan dan berikan untuk teman-teman sahabat ukdi-dokter.blogspot.com semuanya bermanfaat dan sampai bertemu lagi dipostingan kita selanjutnya.


Sumber https://ukdi-dokter.blogspot.com/