Menghidupkan Kawasan Kenangan Bersama Huawei Nova 3I
Saya berguling-guling di tanah, bukan alasannya yaitu suatu perlombaan, bukan alasannya yaitu saya anak kecil yang gres berjumpa pasir. Sebuah bola gres saja bergulir cepat menghantam dada. Menubruk tanpa saya sadari, atau siapa pun bisa menangkisnya. Anak-anak yang sedari tadi bermain bersama saya, melepas atribut mereka dan seketika berkerumun. Mereka memamerkan wajah-wajah pucat dan kemarahan. Lapisan-lapisan wajah itu juga tampak sama-sama berisi ketakutan menyerupai ketakutan yang sedang saya hadapi. Sebagian lagi meneriakkan nama saya. Sebagian berusaha mencari pertolongan. Tapi, saya tidak bisa menjawab mereka, sesuatu tercekat di leher. Tidak ada yang bisa keluar, tidak udara, tidak pula kata-kata. Cuma rasa sakit. Saya tahu saya belum mati, tapi saya tidak tahu berapa usang saya akan kesulitan bernapas.
Meski belasan tahun silam, kenangan itu masih menempel hingga sekarang. Kenangan itu tepat di sebuah dusun, yang berisi kepolosan anak-anak, keceriaan, kebersahajaan dan kesederhanaan. Dusun itu berjulukan Bual-bual, nama yang bisa terdengar unik bagi mereka yang pertama kali mendengar. Dusun ini berada di Kab. Kutai TImur, KalTim. Sore di bencana hantaman bola itu, saya sedang bermain bersama belum dewasa dusun, tepatnya bermain voli. Anak-anak bukanlah pelaku utama.
Setelah cukup sadar, dan perlahan bisa bernapas kembali, saya masih mendapati rasa khawatir membekas di wajah-wajah mereka. Kami masih duduk di rerumputan yang luas, dimana udaranya memang segar. Dua anak diantaranya berusaha untuk membalaskan dendam kepada pelaku. Saya menarik napas panjang-panjang seakan takut kehilangan lagi, sambil berusaha keras tersenyum. “Tidak perlu begitu, nggak apa-apa kok,” kata saya menyudahi. Itu hanyalah ketidaksengajaan belaka. Lalu saya meminta mereka bermain lagi, tapi semua enggan. Pada akibatnya kami bermain tebak-tebakan dan tertawa lepas.
Aneh sekali, kalau sebelumnya kau merasa mau mati, tak usang kemudian kau sudah bisa tertawa lagi.
Meski hari itu saya kesakitan, tapi tak sekali pun saya ingin menyebutnya kenangan yang menyakitkan. Dengan kepedulian belum dewasa itu, dengan suasana yang mereka bangun, dan senyum yang tetap melekat, hingga kini tak ingin saya lupakan. Itu yaitu kenangan yang indah, yang layak untuk diulang kembali. Di sebuah kawasan yang manis untuk dikenang.
A nice place to remember.
Lain hari, lain cerita, masih di kawasan yang sama, di kawasan dengan dengungan ombak setiap harinya dan di sisi lainnya, masih terhampar kesunyian kebun dan hutan. Ada belum dewasa yang tinggal jauh dari sekolah, ketika libur mereka akan pulang. Ada pula yang menentukan bolak-balik ala itu, tidak ada transportasi umum. Pilihannya berjalan kaki atau menumpang gerobak sapi.
“Ayo bu (saya maksudnya), mampir ke rumahku. Dekat aja kok.”
Kemudian saya putuskan untuk mampir ke rumahnya dengan berjalan kaki, yang berakhir dengan rasa lelah dan keringat mengucur deras. Rumahnya berjarak dua kilometer dari sekolah.
Dekat saja kok.
Tapi, tidak usah khawatir. Rasa lelah saya pribadi terobati dengan buah kelapa yang dengan gampang tinggal petik saja. Sebut saja nama anak itu “A”, yang bila pulang berjalan kaki berkilometer, maka malamnya ia akan berjalan-jalan lagi mendampingi ayahnya yang tunanetra untuk bersilaturahmi ke kerabatnya. Berkilometer lagi.
Saya tidak tahu semangat belum dewasa bersumber dari mana saja. Meski mereka memanggil saya ‘Ibu’, saya merasa harus banyak mencar ilmu dari mereka.
foto lama |
Seperti saya katakan, di sisi lain kawasan ini, ada deburan ombak yang membuat hatimu juga bisa meletup-letup senang hanya dengan memandangnya. Suatu hari saya merasa kelaparan, siapa kira mengobrolkan rasa lapar pada anak-anak, membuat mereka berpikir untuk mencarikan saya masakan dari lautan. Maka mulailah kami mencari siput yang bisa dimakan. Untuk pertama kalinya, saya mau makan siput. Saya masih ingat jenis siputnya, tapi sudah lupa pengucapannya. Saya mencarinya di pasir dan perairan dangkal, sedangkan belum dewasa itu tak lupa membenamkan tubuh mereka ke air. Mereka berenang dan menyelam. Itulah pertama kalinya, saya menyaksikan belum dewasa kecil menyelam cukup usang tanpa alat apa pun. Dan ?
“Ibu... kita sanggup bintang laut.”
Bintang bahari pertama saya yang tercantik.
Jika siangnya saya melihat bintang laut, maka malamnya jutaan bintang di langit bisa saya saksikan secara bebas, tanpa penghalang menyerupai gedung-gedung atau pun asap perkotaan. Jutaan bintang dengan kelebat bintang jatuhnya bisa membuatmu tersenyum-senyum sendirian. Seakan pemandangan berkilau di langit itu telah mengisap racun-racun di kepalamu. Racun-racun yang berjulukan pikiran negatif. Sangat susah untuk tidak terpukau.
Tapi, itu sudah belasan tahun silam.
Untuk menuju dusun ini, bukan selangkah-dua langkah perjalanan. Karena itu, saya tidak bisa dengan gampang bolak-balik ke kawasan yang masih satu propinsi ini (masih di KalTim).
Tahun-tahun itu pun cukup sukar untuk merekam acara di kawasan itu. Alat perekamnya terbatas. Seperti yang bisa dilihat, saya hanya bisa memamerkan sedikit foto yang ada, itu pun sesudah melalui proses editing yang susah payah, alasannya yaitu foto aslinya sudah sangat buram.
Jika bisa menginjakkan kaki di kawasan ini, saya harus membawa alat penyimpan audio visual yang tidak berat, contohnya smartphone. Kecil, ringan, dan tidak memberatkan ketika dibawa bepergian.
Saya tidak tahu pada hari ini sudah berapa banyak tulisan-tulisan perihal kawasan ini yang telah terekspos, pastinya sudah lebih banyak dari dulu. Tapi, mungkin juga tidak bisa disebut sangat banyak. Di sekitar dusun ini, masih banyak tempat-tempat eksotis.
Begitu banyak nirwana tersembunyi.
Sebenarnya surga-surga dan kearifan lokal itu lebih gampang tersampaikan di zaman sekarang, hanya dengan memakai smartphone. Tentunya dengan smartphone yang bisa mewakili jalan pikiran saya, yang bisa seragam, selaras, serasi, bisa jadi partner yang setia. Smartphone menyerupai itu sudah ada di dunia ini. Smartphone dengan bekal kamera yang bisa menghasilkan bokeh dan kedalaman pengambilan gambarnya. Smartphone itu berjulukan Huawei Nova 3i.
BERSAMA SMARTPHONE IDAMAN KE TEMPAT KENANGAN
Lalu, Mengapa Mengidamkan Huawei Nova 3i ?
Saya percaya pada level tertentu, smartphone bisa dibilang telah menjadi pasangan hidup. Kebutuhan masa kini. Nah, begitu pun dengan Huawei Nova 3i.
Saya belum mempunyai Huawei Nova 3i, jadi tentu saja goresan pena ini tidak mengandung review. Tapi, saya mengidam-idamkan smartphone ini untuk menyertai saya menuju kawasan kenangan (bahkan ke kawasan yang akan menjadi kenangan).
Sebagai smartphone keluaran Huawei dari jajaran Nova i seri ketiga, Huawei Nova 3i telah dibekali teknologi AI (Artificial Intelligence). Saya menyebut teknologi AI ini sebagai teknologi yang memahami pikiran.
Teknologi AI yang ada pada Huawei Nova 3i ini diklaim sebagai teknologi yang terbaik di industri.
Layar besar fullview 6,3 inchi, kemudian desain kelas premium, bodi ramping, kameranya jagoan, anti hang dan penyimpanannya besar yaitu ciri-ciri smartphone idaman saya tahun 2018 ini. Dan semua itu ada pada Huawei Nova 3i.
Dari yang saya ketahui, inilah keajaiban-keajaiban Huawei Nova 3i yang menjadi alasan nengapa saya mengimpikannya :
1. Quad AI Camera
Saya tulis fitur kamera sebagai poin pertama, alasannya yaitu setiap kali bepergian, saya ingin memotret tempat-tempat tersebut bersamaan acara saya. Dan fotonya kudu bagus! Karena foto bagus itu merepresentasikan suasananya dan feel-nya bisa dapet banget!
Nah, Huawei Nova 3i ini kameranya nggak tanggung-tanggung: 4 kamera AI (2 kamera depan : 24 MP + 2 MP dan 2 kamera belakang : 16 MP + 2 MP) dengan demikian bisa terciptalah keahlian fotografi untuk kelas smartphone premium.
Efek bokeh fotografi pun tak perlu diragukan. Karena pada beberapa pengalaman memotret, saya membuat dampak bokeh manual yang hasilnya terlihat dipaksakan. Namun tidak demikian dengan Huawei Nova 3i ini.
Smartphone ini juga menjamin kemampuannya sebagai selfie expert. Bayangkan saja 24 MP + 2 MP pada kamera depan.
Kalian mungkin pernah punya pengalaman minta dipotret teman dan hasilnya tidak memuaskan bukan? Kalian tidak sendiri. Saya pun demikian. Karena ekspresi yang kita harapkan berbeda dengan hasil jepretan kawan. Feelnya bisa jauh banget. Karena itu selfie menjadi pilihan, alasannya yaitu pemilik kamera lebih memahami hasil yang diinginkannya dibanding orang lain.
Dengan algoritma beautification, Huawei Nova 3i ini juga bisa menghasilkan foto-foto wajah yang mengagumkan.
2. Desain Premium
Selain mengatakan layar fullview lebar, Huawei Nova 3i juga mengatakan warna yang futuristik dan elegan, yakni iris purple. Huawei Nova 3i juga disebut-sebut lebih ramping dari pendahulunya. Saya pun berharap Huawei Nova 3i tetap nyaman dalam genggaman dan saku.
3. Penyimpanan 128 GB
Ini ia yang menakjubkan. Storage-nya bikin menganga! Memory internal Huawei Nova 3i ini ternyata 128 GB, terbesar di kalangan smartphone kelas menengah lainnya.
Bahkan Huawei Nova 3i dinyatakan sebagai smartphone termurah di kelasnya dengan storage 128GB.
4. Performa Powerful
Huawei Nova 3i yang berteknologi AI dan dilengkapi prosesor kirin 710 serta antarmuka EMUI 8.2, siap mengajak penggunanya menikmati pengalaman berbelanja yang nyaman, berkomunikasi lancar baik melalui kanal internet, serta optimal untuk gaming imersif (berasa nyata). Untuk kemampuan gaming-nya sendiri dibekali GPU Turbo.
Saya bukan gamer, tapi kalau ada smartphone yang dirancang bisa memainkan game-game berat, berarti performa smartphone tersebut memang gahar. Bila saya buka banyak sekali aplikasi dalam satu waktu dan aksesnya tidak melambat, baterai tidak cepat drop, itu artinya Huawei Nova 3i ini memang jagoan.
MENGHIDUPKAN KENANGAN, MEMBERI ARTI BARU
Banyak kenangan terserak, banyak juga yang terlupa. Setiap hal yang terlewat yaitu kenangan, jejak yang tertinggal pun kenangan. Ada kenangan-kenangan yang timbul tenggelam, yang menyakitkan tak ingin dibangkitkan. Namun, yang berisi penyesalan seringkali ingin diulang, diperbaiki hanya supaya menjadi indah.
Lalu berharap kenangan indah itu sanggup diulang kembali. Tapi, setiap pengulangan tidak akan pernah sama dengan pendahulunya.
Semua punya rasa yang berbeda.
Karena itu, saya percaya menginjakkan kaki di kawasan yang sama dengan sebelumnya, niscaya punya rasa yang baru, nilai yang berbeda. Tergantung bagaimana saya mau menyikapinya.
Dan itu bisa berbeda kalau membawa Huawei Nova 3i.
Tapi, mengapa smartphone dengan Quad AI Camera seperti Huawei Nova 3i bisa menghidupkan kenangan dan memberi arti kehidupan di dalamnya?
Bagi saya, alam Indonesia ini begitu indah. Kita mungkin tidak bisa menjejakkan kaki pada setiap keindahan Indonesia secara tepat menyeluruh. Tapi, kita bisa memahami keindahannya lewat jepretan-jepretan yang manis.
Kita juga senang mengambil gambar Indonesia dan membagikannya di Instagram. Saya pun demikian.
Saya senang kalau alam di Indonesia tak perlu diubah kealamiannya menjadi spot-spot instagrammable yang berwarna-warni. Kalau hanya demi bagusnya feed Instagram, semua itu bisa dilakukan oleh smartphone yang keren, menyerupai Huawei Nova 3i. Apalagi kalau kamera pandai bisa merepresentasikan apa yang kita rasakan dan kita alami.
Termasuk juga membawa Huawei Nova 3i ke Bual-Bual. Karena meski pernah ke kawasan tersebut, saya tidak ingin menikmatinya sendiri. Saya ingin menceritakannya, saya ingin membagikannya baik dalam bentuk gambar atau pun video. Saya masih ingin menambah nilai-nilai pelajaran kehidupan lagi dari kenangan-kenangan yang kiranya bisa dihidupkan kembali.
Ngomong-ngomong, belum dewasa yang belasan tahun kemudian saya jumpai, tampaknya juga sudah punya belum dewasa juga kali ya. Kalau mereka memanggil saya Ibu, belum dewasa mereka harusnya memanggil saya, apa ya?
Salam,
Lidha Maul
Karena itu, saya percaya menginjakkan kaki di kawasan yang sama dengan sebelumnya, niscaya punya rasa yang baru, nilai yang berbeda. Tergantung bagaimana saya mau menyikapinya.
Dan itu bisa berbeda kalau membawa Huawei Nova 3i.
Tapi, mengapa smartphone dengan Quad AI Camera seperti Huawei Nova 3i bisa menghidupkan kenangan dan memberi arti kehidupan di dalamnya?
Bagi saya, alam Indonesia ini begitu indah. Kita mungkin tidak bisa menjejakkan kaki pada setiap keindahan Indonesia secara tepat menyeluruh. Tapi, kita bisa memahami keindahannya lewat jepretan-jepretan yang manis.
Kita juga senang mengambil gambar Indonesia dan membagikannya di Instagram. Saya pun demikian.
Saya senang kalau alam di Indonesia tak perlu diubah kealamiannya menjadi spot-spot instagrammable yang berwarna-warni. Kalau hanya demi bagusnya feed Instagram, semua itu bisa dilakukan oleh smartphone yang keren, menyerupai Huawei Nova 3i. Apalagi kalau kamera pandai bisa merepresentasikan apa yang kita rasakan dan kita alami.
Termasuk juga membawa Huawei Nova 3i ke Bual-Bual. Karena meski pernah ke kawasan tersebut, saya tidak ingin menikmatinya sendiri. Saya ingin menceritakannya, saya ingin membagikannya baik dalam bentuk gambar atau pun video. Saya masih ingin menambah nilai-nilai pelajaran kehidupan lagi dari kenangan-kenangan yang kiranya bisa dihidupkan kembali.
Ngomong-ngomong, belum dewasa yang belasan tahun kemudian saya jumpai, tampaknya juga sudah punya belum dewasa juga kali ya. Kalau mereka memanggil saya Ibu, belum dewasa mereka harusnya memanggil saya, apa ya?
Salam,
Lidha Maul
***
“Tulisan ini diikut sertakan dalam giveaway di blog nurulnoe.com”