Menjunjung Langit Biru
Malam di tahun 2011 itu, kami berkunjung ke rumah mitra usang suami di suatu kota besar di negeri ini. Setelah lelah, kami pamit dan aku sedang mengira-ngira pukul berapakah dikala itu sambil menengadah melihat langit yang tak berbintang. Tentu saja sulit menerka waktu lewat langit malam dibanding dikala siang, kecuali lewat cara kami menguap berulang-ulang dan mengucek mata. Lalu, suami berkata, “dek, di kota ini kita susah melihat langit biru.”
Sepintas dan selesai.
Tadinya aku tidak percaya. Saya percaya kota besar ini punya banyak mendung. Itu saja. Paginya, aku pun memastikan warna langit. Siang, sore dan benar, susah sekali menanti warna biru. Saya juga menantikan kapan hujan turun di hari itu dan hari-hari selanjutnya. Ternyata perjalanan kami baik-baik saja, tak ada hujan.
Tiba-tiba aku merasa bodoh.
Mendung?
Sekembalinya ke kota Balikpapan, aku menjumpai seorang bule (ekspatriat) yang sedang bersepeda dan berkata bahwa ia sungguh bahagia dengan kota ini, sebab langitnya masih biru. Sungguh, bagi aku alasannya terdengar unik dan tidak biasa.
Mungkin sebab rutinitas selalu di depan mata, setiap kali keluar rumah, selama pandangan masih jernih dan sanggup bernapas, aku merasa baik-baik saja. Saya pikir langit baik-baik saja selama ia membentang dan tidak berisik.
Benar begitu?
Sebenarnya, langit sanggup nampak biru, selama cahaya matahari yang banyak yang masing-masingnya mempunyai warna dan panjang gelombang sinar berbeda itu berinteraksi dengan atmoster. Ditambah dengan sebaran, pantulan, serapan juga pandangan insan yang sensitif sehingga biru-lah yang terlihat. Saya memang masih bisa mendapati birunya langit di kota saya. Namun, kenyataannya ada beberapa daerah di dunia ini dimana birunya langit tak gampang nampak.
Karena bermacam-macam acara insan bersinggungan dengan pencemaran udara. Lapisan awan menjadi kotor dan merusak kehidupan. Karena itu Pemerintah telah tetapkan PROGRAM LANGIT BIRU lewat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 1996. Satu hal yang gres aku tahu. Ternyata Program Langit Biru merupakan satu upaya pengendalian terhadap pencemaran udara.
Upaya yang sama diciptakan pula oleh Pertamina sebagai BUMN penyumbang deviden terbesar di Indonesia. Satu diantaranya menyiapkan proyek kilang langit biru di Cilacap yang dikenal dengan PLBC (Proyek Langit Biru Cilacap). Proyek Kilang Langit Biru ini bertujuan untuk menghasilkan materi bakar yang ramah lingkungan. Tentu saja, proyek kilang langit biru juga menyasar pada renovasi kilang Pertamina di wilayah-wilayah lain.
Pertamina dan Proyek Langit Biru. |
Salah satunya ialah penggunaan materi bakar minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan. Karena itu Pertamina berupaya, mengganti Premium (RON 82) menjadi Pertamax (RON 92) yang bebas timbal. Walau pada awalnya timbul ketidakyakinan, namun respon positif pun mengalir setelahnya.
Lewat Program Langit Biru pula, Pertamina mengeluarkan produk-produk lainnya yang ramah lingkungan ibarat Envogas dan Vi-Gas.
Lewat Program Langit Biru pula, Pertamina mengeluarkan produk-produk lainnya yang ramah lingkungan ibarat Envogas dan Vi-Gas.
Envogas - Balikpapan Sumber : kaltim.prokal.co |
CSR Pertamina juga turut andil membuat lingkungan hidup dan pelestarian alam dengan beberapa programnya yakni: Green planet, Coastal Clean Up, Green and Clean, Green festival, Green Act, dan Rehabilitasi Hutan Mangrove.
Mendung ialah fitrahnya tanda-tanda alam, selama uap air yang terkandung di dalamnya tidak mengandung zat-zat yang membahayakan manusia. Daur kehidupan yang sangat alami yang dibutuhkan manusia. Karena sesudah mendung hilang, langit biru pun memancar.
Tapi, akhir dari acara insan yang turut serta mencemari udara (bahkan tanpa disadari insan itu sendiri) mendung terlalu sering bergelayut, langit biru sukar nampak.
Karena itulah dibutuhkan payung.
Payung ialah sebuah analogi, wujud dari upaya pencegahan, pengendalian, penjagaan lingkungan. Agar kita semua ikut andil menjaga bumi kita tetap hijau, langit tetap biru. Tugas menjaga lingkungan bukan hanya milik Pemerintah dan Pertamina. Tapi juga segenap lapisan masyarakat, termasuk generasi muda. Saling mendukung untuk agenda langit biru akrab kaitannya dengan menjalin masa depan yang cerah. Karena begitulah filosofi langit biru. Ketika kita melangkahkan kaki keluar rumah dan memandang langit yang biru, kita tahu bahwa acara kita hari ini bisa lancar, tanpa sadar senyum pun mengembang dan masuk akal berseri. Jangan hingga menunggu langit gelap, gres bergegas mencari payung.
Traveling telah menjadi tren di semua kalangan. Traveling juga berperan dalam anti stres dan depresi yang banyak menjangkiti insan masa kini. Salah satu lokasi yang menyenangkan ialah menjelajahi alam. Pernah membayangkan alam ibarat apa yang ingin dikunjungi? Yang hijau, yang berseri, segar dengan langit biru? Semua sepakat, daerah ibarat itu menyenangkan. Ditambah dengan tren fotografi, lokasi alam dengan latar langit biru sungguh menawan. Pergi ke gunung, ke pantai, belum apa-apa, kita sudah bisa mencicipi udara yang bersih. Bayangkan kalau imajinasi ibarat ini rusak. Karena ternyata udaranya telah tercemar. Alih-alih memanfaatkan traveling sebagai anti stres, yang terjadi justru sebaliknya. Perasaan optimis dan tercerahkan berangsur pudar. Efeknya sesudah pulang, bisa beragam.
Seperti saya, yang memikirkan langit biru sesudah melaksanakan perjalanan. Kini, fatwa ini ada di tangan generasi muda. Generasi yang berani mengoptimalkan sumber daya selain alam yakni diri mereka sendiri (SDM). Kekhasan generasi millenials : bisa berpikir kritis, aktif dan kreatif. Sudah niscaya kualitas hidup dibutuhkan lebih baik, kesehatan fisik dan psikis menjadi satu faktor utama demi mencapai impian. Mereka ialah generasi millenials, generasi langit biru, Generasi yang memanfaatkan perkembangan teknologi dan kemajuan zaman dengan tetap bertindak untuk ramah lingkungan. Generasi yang dibutuhkan tidak lupa bagaimana dirinya dan keindahan alam ini berasal, apapun cita-citanya dan dimana ia berada. Karena kalau tetap menginginkan bumi dipijak, disitulah langit (biru) dijunjung.
***
Tulisan ini diikutkan dalam lomba ‘Gen Langit Biru’ dengan jumlah abjad 5.990 (with spaces)
#Pertamina
#PertaminaBlogdanVlogCompetition2017
#KobarkanKebaikan
#GenLangitBiru
#Kerja3ersama
#PertaminaBlogdanVlogCompetition2017
#KobarkanKebaikan
#GenLangitBiru
#Kerja3ersama
Sumber informasi:
Kep No.15 thn 1996 ttg Program Langit Biru