Lebaran Seru: Diantara Me Time Yang Hilang Dan Tanpa Foto Bersama
Sebenarnya sederhana saja: Duduk di bawah taburan bintang yang cerah dan menenangkan diri
Tapi,
TAHU-TAHU SAJA DIA PERGI
Perkiraan bahwa aku akan sanggup menjalankan rencana yang aku buat demi meningkatkan kualitas diri di bulan Ramadhan rupanya tidak berjalan mulus. Sebagai IRT tanpa ART dan tanpa keluarga terdekat dari rumah otomatis aku lebih banyak bergerak sendirian. Suami hanya sanggup membantu seadanya. Karena pekerjaan dan amanahnya juga lebih banyak. Lebih-lebih menjelang tamat Ramadhan, dia harus I’tikaf. Jadilah aku bergumul sendirian mengurus rumah dan C’Mumut. Hasilnya aku sering capek. Capek fisik dan pikiran. Giliran episode capeknya betah banget, rasanya tidak ber-ending. Masa-masa senang hanya numpang lewat layaknya iklan.
Perkiraan bahwa aku akan sanggup menjalankan rencana yang aku buat demi meningkatkan kualitas diri di bulan Ramadhan rupanya tidak berjalan mulus. Sebagai IRT tanpa ART dan tanpa keluarga terdekat dari rumah otomatis aku lebih banyak bergerak sendirian. Suami hanya sanggup membantu seadanya. Karena pekerjaan dan amanahnya juga lebih banyak. Lebih-lebih menjelang tamat Ramadhan, dia harus I’tikaf. Jadilah aku bergumul sendirian mengurus rumah dan C’Mumut. Hasilnya aku sering capek. Capek fisik dan pikiran. Giliran episode capeknya betah banget, rasanya tidak ber-ending. Masa-masa senang hanya numpang lewat layaknya iklan.
Karena aku tipe yang suka tetapkan target, maka di penghujung Ramadhan yang tidak aku sadari itu, rasanya sedih sekali betapa sedikit pencapaian aku dan betapa aku merindukan lagi Ramadhan yang entah sanggup berjumpa atau tidak. Ya, tahu-tahu saja ‘dia’ pergi.
Kala terlalu banyak hal menyita pikiran, aku tahu sudah waktunya aku membutuhkan me-time. Sesuatu yang sanggup me-recharge energi saya. A way to improve my mood. Dan me-time saya sederhana saja: duduk sendirian di bawah naungan bintang dan meresapi hidup. Saya butuh waktu sendiri, berpikir, tidak terlalu lama. Secukupnya saja.
Para Nabiyullah berpikir.
Begitu pun orang-orang besar, orang-orang sukses menyediakan waktunya untuk berpikir.
Sayangnya, hal sepele’ begitu saja susah terwujud.
Sebenarnya masih ada opsi kedua; membaca buku dan nge-blog. Di bulan Ramadhan aku masih sempat membaca buku dan nge-blog. Tapi, aku suka sekali duduk bersantai menghadap alam.
Bagaimana dengan jalan-jalan? Oh, aku suka sekali tapi berharap lebih (bisa keluar kota) di ketika lebaran mendatang bukan perkara yang aku biasakan dari tahun ke tahun.
Karena lebaran kami yah di kota ini saja…
LEBARAN TANPA FOTO
Akhirnya lebaran pun tiba. Meski sebelumnya bersedih mengingat Ramadhan, tetap saja berjumpa dengan keluarga dan mitra rasanya membahagiakan. Apalagi buat aku yang jarang berjumpa keluarga jauh (dari silsilah). Selama dua hari kami ngider-ngider silaturahim. Berkeliling yang sama menyerupai tahun kemarin. Bedanya tahun ini tanpa Nenek. Sedikit kurang nyaman, sebab dimana-mana orang yang di-tua-kan selalu menjadi tempat berkumpul.
Dan lucunya, yah berdasarkan aku ini lucu. Bila dimana-mana setiap orang dan keluarga selalu menyempatkan berfoto bersama (termasuk selfie) aku termasuk yang jarang bahkan nyaris tidak berfoto. Saya dan suami tidak punya foto di hari pertama lebaran, atau pun kedua atau pun ketiga. Juga bersama keluarga besar, para sepupu atau yang lainnya. Saya kok nggak kepikiran untuk foto-foto ya. Saya sempat juga bertanya-tanya.
Tapi, biarlah sebab sekali pun kumpul bersama keluarga besar, makan-makan besar yang sempat aku jepret hanya masakan ini dan bukan orang-orangnya :D
setelah kenyang gres teringat memotret, tertangkap berair banget sisa kuahnya saja :D |
Lalu, lebaran yang dua hari itu selesai, pulang ke rumah dan aku yakin rutinitas aku yang sama terjadi lagi, lagi dan lagi. Hari berikut dan berikutnya,
Sampai akhirnya…
KESERUAN PUN DIMULAI !
“Ikut ya lusa ke Penajam.” Itu terperinci bukan pertanyaan. Itu seruan yang bernada memaksa. Dan itu paksaan yang menyenangkan.
Asal tahu saja, Penajam yaitu luar Balikpapan. Untuk pergi kesana kami menaiki transportasi air (laut). Saat itu kami menentukan kelotok. Ada beberapa pilihan menyerupai ferry, sayangnya di ketika lebaran biasanya akan padat dan macet. Hmmm, kenapa ya dinamakan kelotok? Mungkin sebab suara mesinnya ‘tok..lotok..klotok..klotok’
Disana kami berkeliling ke tempat keluarga. Sangat menyenangkan. Karena terlalu asyik dengan keadaan lagi-lagi saya tidak ambil foto. Dan tidak ada satu pun yang mengingat foto-foto ketika itu.
Dari perjalanan yang melelahkan itu kami pun pulang. Belum hingga di rumah, suami berkata. “besok kita ke Sangata yuk?”
HAH.
Saya kaget sebab mendadak sekali, capek pun belum hilang. FYI, Sangata berada di luar Balikpapan. Untuk kesana butuh sekitar 9 jam perjalanan darat dengan jalan yang berkelok-kelok dan berbukit. Beda dengan jalan di tempat Jawa yang lurus rata.
Niat itu benar-benar kesampaian di hari Seninnya. Kami pergi bertiga saja. Karena ortu saya, acil (bibi) tidak ada yang mau diajak.Semua masih capek. Kami tidak pribadi menuju Sangata, tapi silaturahim dulu di rumah sobat dan keluarga di Samarinda (ibukota KalTim). Menginap di suatu tempat, kemudian paginya ngaciiiir ke ………… Bontang.
Saya : “Yah, bergotong-royong kita mau ke Sangata atau mau ke Bontang sih?”
Suami : “Mau ke Bontang, tapi kita nginap di Sangata ya.”
Hahaha.
Jujur, aku belum ngerti ketika itu jikalau suami punya niat menyerupai itu. Jadi, dia punya urusan di Bontang tapi dia ingin menginap di Sangata. Jarak Bontang – Sangata minimal 1,5 jam perjalanan. Bukan hal ajaib sebenarnya, jikalau saja:
Saya : “Terus, di Bontang Ayah mau kemana aja? Mau ngapain aja?”
Suami : “Belum tau.”
Saya : “Lho kok sanggup nggak tau?”
Suami : “Ada sobat disana”
Saya : “Sudah dihubungi? Dia tahu Ayah mau ketemu.”
Suami : “Belum.”
Hahaha
Spontan banget ni perjalanan. Kok aku nggak sanggup ya impulsif tuk perjalanan jauh menyerupai ini. Bakalan banyak yang aku pikirkan printilannya apalagi bawa C’Mumut. Berapa usang urusan aku di Bontang? Kalau jarak tempuh 1,5 jam dan tiba di Bontang sudah siang sekali harus seberapa cepat urusan saya? Aman tidak pergi ke Sangata di ketika malam bawa C’Mumut?
Dan akibatnya kami tiba di Bontang. Disambut teman?
Bukan. Disambut hujan deras.
Dan ompolnya C’Mumut di baju aku -___-
Karena kami berdua tidak tahu Kota Bontang secara khusus. Maka, kami pilih saja tempat yang sanggup mendapatkan kami berdua, tempat paling nyaman, meneduhkan, menentramkan dan nyaman di hati. MASJID.
Sebelumnya suami sudah mengontak berkali-kali, tapi nggak kena. Memang lain jikalau sebelumnya pakai #4ginaja. Komunikasi sanggup pribadi lancar.
Saya pun menelepon beberapa kawan, hasilnya ada seorang mitra yang ada di rumah.
Alhamdulillah, disana kami kami disambut bukan hanya dirinya tapi juga kepiting rebus, oseng cumi, sayur jagung dan pemandangan dermaga.
Amboyyyyy….saya lupa foto-foto bareng dia LOL.
Patung Merlion juga ada di Bontang lho :D |
Akhirnya menjelang sore, barulah kami berjumpa mitra suami. Disana dia mengajak ke Mangrove (nama tempatnya ya menyerupai ini). Di Mangrove kami melihat mangrove XD
Oya, aku lupa. Di rumah mitra suami ini ada pohon buah NANGKADAK. Perpaduan nangka –cempedak. Luar nangka, dalam cempedak. Rasa cempedak+nangka. Unik deh. Ini jadi buah tangan kami untuk keluarga di Sangatta
sayangnya, jikalau tidak dikawinkan tidak akan berisi |
Sesorean itu kami pun lanjut ke Sangatta.
Tiba di malam hari, letih, lusuh tapi bahagia.
Dan paginya disambut pemandangan ini:
WAW. Rawa di belakang rumah sepupu |
Hari itu juga suami pergi tanpa memberi kabar. Karena ketika itu aku lagi jalan bareng C’Mumut. Nyaris malam dia gres balik. Kemana dia? Ke Bontang. Gilak, pikir saya. Ibarat jalan Solo-Yogya bolak-balik sehari, tapi jalannya nggak mulus dan rata. Capek banget dong.Tapi, dia fine aja sih.
Sebelumnya kami memang sudah berenang di swimming pool-nya. C’mumut nggak mau ikut nyemplung. Ya sudah, aku saja yang maen air. Seru… sebab sepi! :P
Setelah tiga hari di Sangata, akibatnya kami pun pulang.
Selama perjalanan, aku banyak merenung ditambah formasi pepohonan, memandang alam, pokoknya bikin hati tentram. Begitulah.
Di antara Bontang - Sangatta. Di ketinggian yang indah |
Dan ada sesuatu yang ajaib dalam perjalanan. Teorinya sih aku capek, bawaannya males-malesan, tapi yang terjadi aku menjadi ringan dalam segala hal. Ringan pikiran, ringan tangan, badan juga lebih yummy rasanya. Selanjutnya kerjaan rumah terasa nyaman.
Ini lebaran seru ala saya. Yah meskipun tanpa berfoto bersama, dan banyak hal tidak aku abadikan dalam kamera Alhamdulillah nikmat kebersamaan tetap terjaga. Semoga kami sanggup sesering ini merasakannya. Amiin.
Salam
Lidha Maul