Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Gandeng KPK Kawal Anggaran Fungsi Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepakat untuk meningkatkan pengawasan penggunaan anggaran fungsi pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa jajarannya siap bekerja sama dengan KPK untuk mengembangkan sistem pengawasan yang lebih baik dan terpadu.
“Kami sudah sepakat dengan KPK untuk memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang ada di KPK untuk kita dapat bergabung. Dan yang sudah tergabung akan kita lengkapi dan kita sempurnakan. Sehingga penggunaan anggaran pendidikan, termasuk juga pencegahan dan penindakan bisa dilaksanakan dengan lebih baik,” disampaikan Mendikbud di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/1/19).
Sebagai urusan pemerintahan yang bersifat kongruen maka menjadi tantangan tersendiri bagi Kemendikbud, khususnya dalam melakukan pengawasan penggunaan anggaran agar lebih tepat sasaran, tidak tumpang tindih, dan bebas dari praktik penyimpangan. Pagi ini Mendikbud memberikan apresiasi secara langsung kepada KPK yang turut menangani kasus-kasus korupsi di sektor pendidikan sehingga memberikan efek kejut dan efek jera kepada para pelaku.
Ketua KPK, Agus Rahardjo, mengungkapkan bahwa dengan kerja sama yang lebih efektif antara Kemendikbud dengan KPK diharapkan dapat memberikan dampak lebih baik pada dunia pendidikan. “Banyak yang kita rancang, akan kita harmoniskan, mudah-mudahan nanti kita segera mampu membuat sistem yang lebih baik,” ungkapnya.
Mendikbud dan Pimpinan KPK sepakat untuk segera melakukan telaah regulasi, khususnya untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan dan pengawasan anggaran pendidikan di daerah. Kemudian, masing-masing pihak akan segera membentuk tim teknis untuk mengembangkan sistem monitoring berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau e-monitoring dengan penguatan pelibatan publik.
“Anggaran pendidikan ini cukup besar. Kalau ada penyimpangan itu sebenarnya kecil-kecil, tetapi terjadi di wilayah yang sangat luas. Dan kalau dikumpulkan akan menjadi sesuatu yang besar,” ungkap Agus Rahardjo.
Sesuai amanat konstitusi, Pemerintah mengalokasikan sebesar minimal 20 persen anggaran fungsi pendidikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlahnya terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2018, total anggaran fungsi pendidikan sebesar Rp444,1 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp492,5 triliun pada tahun 2019. Sebagian besar anggaran fungsi pendidikan ditransfer ke daerah melalui mekanisme Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) baik Fisik maupun Nonfisik untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).
Dalam Nota Keuangan dan APBN tahun 2019 disebutkan, sebanyak 62,6 persen atau Rp308,4 triliun anggaran fungsi pendidikan disalurkan ke daerah. Untuk DAK Fisik alokasi sebesar Rp16,9 triliun, dan untuk DAK Nonfisik sebesar Rp117,7 triliun.
“Mudah mudahan nanti lebih bisa dikontrol itu dana penggunaan di daerah-daerah; yang akibat desentralisasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tangannya tidak sampai ke daerah. Nanti kita fasilitasi harmonisasinya dengan teman-teman Kementerian Dalam Negeri, dengan teman-teman kabupaten kota dan provinsi. Jadi kalau kita ketemu bersama, mudah-mudahan semuanya berjalan lebih baik. Dan harapan kita memang anggaran pendidikan jadi lebih efektif dan efisien,” jelas Ketua KPK.
Pendidikan Antikorupsi
Pendidikan Antikorupsi menjadi salah satu pokok pembahasan pertemuan Mendikbud dengan Pimpinan KPK. Mendikbud menyampaikan bahwa kerja sama KPK dengan Kemendikbud dalam rangka menumbuhkan budaya antikorupsi pada peserta didik telah berlangsung. Segera, modul-modul yang telah disusun dapat diimplementasikan di sekolah-sekolah.
"Tidak akan ada mata pelajaran, tetapi nanti akan menjadi bagian dari beberapa kegiatan kurikulum pembelajaran di sekolah. Antara lain, nanti bisa masuk, disisipkan di mata pelajaran tertentu, misalnya PPKN,” ujar Muhadjir.
Kemudian, edukasi antikorupsi juga bisa dilakukan melalui program penguatan pendidikan karakter (PPK). “Jika diperlukan guru juga dapat melakukan simulasi berupa permainan simulasi tentang bagaimana praktik-praktik korupsi terjadi. Dan bagaimana upaya pencegahan dan penindakannya,” kata Mendikbud.
Ketua KPK menyampaikan bahwa kurikulum antikorupsi hanya merupakan salah satu faktor. Namun, masih terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan bersama-sama, misalnya tata kelola di sekolah yang menerapkan prinsip kejujuran dan integritas."Tadi 'kan kita sampai membicarakan bimbingan belajar untuk murid yang gurunya itu nanti di sekolah memberikan nilai. Itu juga melanggar prinsip," kata Agus Rahardjo.
Sumber : kemdikbud.go.id