Makalah Fiqh Muamalah
MAKALAH FIQH MUAMALAH KONTEMPORER "TAKE OVER"
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank syariah sebagai salah satu forum yang bergerak di bidang keungan berbasis syariah berusaha untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat untuk memperoleh kemudahan kanal terutama di bidang bisnis dan keuangan. Selain menyediakan suatu produk ibarat produk tabungan, pembiayaan dan lain-lain, bank syariah juga menyediakan jasa pelayanan keuangan yang akan mempermudah masyarakat untuk menjalankan bisnis maupun memenuhi kebutuhannya di bidang ekonomi.berikut ini salah satu jasa pelayanan keuangan yang ditawarkan oleh bank syariah yaitu take over.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Take Over syariah, tujuan, prinsip serta manfaat take over syariah?
2. Apa yang menjadi dasar aturan serta landasan take over syariah?
3. Bagaimana Klasifikasi Hutang Nasabah kepada Bank Konvensional dalam Pembiayaan Take Over Syariah?
4. Bagaimana aplikasi komitmen take over syariah di perbankan syariah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Take Over syariah, tujuan, prinsip serta manfaat take over syariah
2. Mengetahui dasar aturan serta landasan take over syariah
3. Mengetahui Klasifikasi Hutang Nasabah kepada Bank Konvensional dalam Pembiayaan Take Over Syariah.
4. Mengetahui aplikasi komitmen take over syariah di perbankan syariah
PEMBAHASAN
A. Definisi Take Over
Take over dalam kamus bahasa inggris-indonesia berarti mengambil alih. Sedangkan berdasarkan Ahmad Antoni k Muda, take over yaitu pengambil alihan atau dalam lingkup suatuperusahaan yaitu perubahan kepentingan pengendalian suatu perseroan.
Take over syariah yaitu pembiayaan yang timbul sebagai akhir dari take over terhadap transaksi nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas undangan nasabah. Sedangkan Take over berdasarkan Dewan Syariah Nasional Nomor 31/ DSN-MUI/VI 2002 disebut juga dengan pengalihan hutang. Pengalihan hutang yang dimaksud di sini yaitu pengalihan transaksi non syariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah.
Atau take over merupakan proses perpindahan kredit nasabah di bank konvensional menjadi pembiayaan dengan prinsip jual beli yang berdasarkan syariah.
Dalam proses take over ini, bank syariah sebagai pihak yang akan melaksanakan take over terhadap kredit yang dimiliki calon nasabahnya di bank konvensional, bertidak sebagai wakil dari calon nasabahnya untuk melunasi sisa kredit yang terdapat di bank asal, mengambil bukti lunas, surat orisinil agunan, perizinan, polis asuransi, sehingga barang ( yang dikreditkan) menjadi milik nasabah secara utuh. Kemudian untuk melunasi hutang nasabah kepada bank syariah, maka nasabah tersebut menjual kembali (barang yang dikreditkan) tersebut kepada bank syariah. Kemudian bank syariah akan menjual rumah tersebut lagikepada nasabah dengan pilihan kombinasi komitmen yang tertera dalam aliran DSN-MUI/VI/2002 wacana pengalihan hutang ibarat qardh dan murabahah, syirkah al-milk dan murabahah, qardh dan ijarah serta qardh dan ijarah muntahiyah bittamlik.
Apabila diperhatiakan take over di sini sanggup digolongkan sebagai komitmen hiwalah muthlaqah, yaitu seseorang memindahkan hutangnya kepada pihak lain, tanpa mengaitkannya pada hutang muhal ‘alaih padanya. Hiwalah jenis ini, tidak semua andal fiqih membolehkannya.[1]
B. Rukun dan Syarat Pembiayaan Take Over dan Hiwalah
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ketentuan umum wacana hiwalah, 37 sebagai berikut:
a. Rukun take over
1. Rukun hawalah yaitu muhil, yakni orang yang berutang dan sekaligus berpiutang, muhal atau muhal, yakni orang berpiutang kepada muhil, muhal ‘alaih, yakni orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhal, muhal bih, yakni utang muhil kepada muhal dan sighat (ijab qabul);
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk memperlihatkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad);
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau memakai cara-cara komunikasi modern;
4. Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal dan muhal‘alaih;
5. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam komitmen secara tegas;
6. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhal dan muhal‘alaih, dan hak penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih.
b. Sedangkan syarat sahnya hiwalah yaitu :
1. Muhil:
a. Muhil harus berilmu dan baligh. Hiwalah anak mumayyiz tidak sah dilaksanakannya, kecuali atas izin walinya; dan
b. Adanya kerelaan muhil. Jika muhil dipaksa, maka hawalah tidak sah.
2. Muhal:
a. Muhal harus berilmu dan baligh. Hiwalah anak mumayyiz tidak sah dilaksanakannya, kecuali atas izin walinya; dan
b. Adanya kerelaan muhal. Jika muhal dipaksa, maka hawalah tidak sah
3. Muhal bih:
a. Adanya kesamaan kedua hutang, baik jenis, jumlah, maupun jatuh tempo;
b. Kepastian kesanggupan muhal’alaih, jikalau penghiwalah-an itu kepada buruh/pembantu yang gajinya belum tentu dibayar, maka hiwalah tidak sah, sebab sumber pembayarannya belum pasti. Jadi, jikalau penghiwalah-an itu kepada pegawai yang gajinya niscaya dibayar, maka hiwalah sah.
c. Piutang yang dialihkan itu sudah pasti, jikalau hutang itu dalam bentuk jual beli yang masih dalam masa khiyar, maka hiwalah tidak sah, sebab jual belinya belum pasti.
Praktik hiwalah kontemporer (take over), komitmen pemindahan piutang nasabah (muhil) dari bank konvensional (muhal) kepada bank syariah (muhal’alaih). Muhil meminta muhal’alaih untuk membayarkan terlebih dahulu hhutangnya kepada bank konvensional. Pemindahan hutang ini dilakukan memakai komitmen qardh. Setelah itu nasabah menjualnya kepada pihak bank syariah. Selanjutnya bank syariah menjual secara murabahah kepada nasabah yang dibayar secara cicilan.
C. Prinsip Take Over syariah
1. Tolong-menolong
2. Tidak boleh mengakibatkan riba.
3. Tidak digunakan untuk transaksi objek yang haram atau maksiat.
D. Manfaat Take Over Syariah
1. Suku bunga bank konvensional yang fluktuatif menciptakan angsuran kredit menjadi tidak menentu. Dan kondisi ini sangat terasa apabila terjadi krisis ekonomi. Tetapi akan terasa sangat menguntungkan nasabah bank syariah sebab sistem yang digunakan yaitu sistem jual-beli dimana laba bank telah ditetapkan di awal perjanjian.
2. Kekecewaan nasabah terkait dengan laporan pembayaran angsuran yang diberikan bank konvensional yang ternyata setiap membayar angsuran kredit pada awal-awal tahun perjanjian sebagian besar hanya untuk membayar bunganya saja dan untuk pembayaran pokoknya hanya sedikit sekali sehingga outstanding pokok kredit turunnya tidak signifikan. Sedangkan di bank syariah setiap pembayaran angsuran antara pembayaran pokok dengan pembayaran margin hampir berimbang, sehingga penurunan outstanding pokok kredit signifikan.
3. Bebas dari unsur riba, sebab pembiayaan tidak didasarkan bunga.
E. Tujuan Take over
Seiring dengan semakin pesatya perkembangan bank syariah di Indonesia, semakin besar pula cita-cita dan kesadaran masyarakat untukmenjalankan rodaperekonomian berdasarkan prinsip al-Qur’an dan as-Sunnah.
Bank sebagai salah satu forum yang berbisnis di bidang perekonomian tentu lebih cepat tanggap dengan hal ini. Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat yaitu take over. Disini bank syariah berusaha untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin memindahkan transaksinya semoga sanggup berjalan sesuai dengan syariah. Take over juga bertujuan untuk membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi non syariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah.[2]
F. Dasar Hukum dan Landasan Take over
1. Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 1 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu“. (Q,S Al-Maidah :1)
2. Hadits Nabi SAW
ﻋﻦ ﺍﺒﻲ ﻫﺮﻴﺮﺓ ﺭﻀﻲﷲ ﻋﻧﻪ : ﺃﻦ ﺍﻟﻧﺑﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺴﻠﻢ ﻗﺎﻞ : ﻤﻄﻞ ﺍﻠﻐﻨﻲ ﻇﻟﻡ ﻓﺈﺬﺍ ﺃﺗﺒﻊ ﺍﺤﺪﻜﻡ ﻋﻟﻰ ﻤﻟﺊ ﻓﻠﻴﺘﺑﻊ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺍﺭﻯ)
Artinya : “ Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ menunda-nunda pembayaran hutang oleh orang yang bisa yaitu suatu kezhaliman. Maka jikalau seseorang diantara kau dialihkan hak penagihan piutangnya (dihiwalahkan) kepada pihak yang bisa terimalah”. (HR. Bukhari)
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 31/DSN-MUI/IV/2002 wacana pengalihan hutang.
G. Klasifikasi Hutang Nasabah kepada Bank Konvensional dalam Pembiayaan Take Over Syariah
1. Hutang pokok plus bunga, dan
2. Hutang pokok saja
Dalam menangani hutang nasabah yang berbentuk hutang pokok plus bunga, bank syariah memperlihatkan jasa qardh sebab alokasi penggunaan qardh tidak terbatas, termasuk untuk menalangi hutang yang berbasis bunga. Sedangkan terhadap hutang nasabah yang berbentuk hutang pokok saja, bank syariah memperlihatkan jasa hiwalah atau pengalihan hutang sebab hiwalah tidak bisa untuk menalangi hutang yang berbasis bunga.[3]
H. Aplikasi komitmen Take Over syariah pada Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
1. Bank Syariah memperlihatkan qardh kepada nasabah yang kemudian digunakan oleh nasabah untuk melunasi (kredit) hutangnya pada Bank Konvensional.
Dengan demikian, asset yang telah dibeli nasabahmenjadi miliknya secara penuh. Kemudian nasabah menjual asetnya kepada Bank Syariah. Dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardhnya kepada bank syariah. Lalu bank syariah menjual secara murabahah aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah dengan pembayaran secara angsuran. Dalam hal ini, sketsa tersebut berdasarkan Fatwa DSN Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 wacana qardh dan Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 wacana murabahahberlaku dalam pelaksanaa pembiayaan pengalihan hutang.
2. Bank Syariah membeli sebagian aset nasabah dengan seizin Bank Konvensional, sehingga dengan demikian terjadilah syirkah al-milk antara Bank syariah dengan nasabah atas aset tersebut. Aset yang telah dibeli nasabah ini yaitu penggalan aset yang senilai dengan hutang (sisa angsuran) nasabah kepada Bank konvensional. Kemudian Bank Syariah menjual secara murabahah penggalan aset yang menjadi miliknya kepada nasaba, dengan pembayaran angsuran.
Dalam hal ini, sketsa tersebut berdasarkan Fatwa DSN Nomor04/DSN-MUI/IV/2000 wacana murabahah dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan hutang.
3. Bank Syariah memperlihatkan qardh kepada nasabah yang kemudian digunakan oleh nasabah untuk melunasi (kredit) hutangnya pada Bank konvensional, dan dengan demikian aset yang telah dibeli nasabah menjadi miliknya secara penuh. Kemudian nasabah menjual asetnya kepada Bank Syariah. Lalu Bank Syariah menyewakan aset tersebut kepada nasabah dengan komitmen ijarahmuntahiyah bittamlik.
Dalam hal ini, sketsa tersebut berdasarkan Fatwa DSN Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 wacana qardh dan Fatwa DSN Nomor 27/DSN-MUI/III/2002 wacana Ijarah Muntahiyah bittamlik berlaku pula dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan hutang.
4. Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset, nasabah sanggup melaksanakan komitmen ijarah dengan Bank syariah sesuai dengan Fatwa DSN Nomor 09/DSN-MUI/IV/2002.[4] Dan apabila diharapkan Bank syariah sanggup membantu menalangi kewajiban nasabah dengan memakai komitmen qardh sesuai dengan Fatwa DSNNomor 19/DSN-MUI/IV/2001. Kemudian komitmen ijarah yang digunakan oleh bank harus terpisah dari derma talangan yang berdasarkan komitmen qardh tersebut. Besarnya imbalan jasa ijarah dilarang berdasarkan pada jumlah talangan yang diberikan Banksyariah kepada nasabah.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Take over berdasarkan Dewan Syariah Nasional Nomor 31/ DSN-MUI/VI 2002 disebut juga dengan pengalihan hutang. Pengalihan hutang yang dimaksud di sini yaitu pengalihan transaksi non syariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah.
Dalam proses take over ini, bank syariah sebagai pihak yang akan melaksanakan take over terhadap kredit yang dimiliki calon nasabahnya di bank konvensional, bertidak sebagai wakil dari calon nasabahnya untuk melunasi sisa kredit yang terdapat di bank asal, mengambil bukti lunas, surat orisinil agunan, perizinan, polis asuransi, sehingga barang ( yang dikreditkan) menjadi milik nasabah secara utuh. Kemudian untuk melunasi hutang nasabah kepada bank syariah, maka nasabah tersebut menjual kembali (barang yang dikreditkan) tersebut kepada bank syariah
B. Saran
Sebagai insan yang tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan, kami sadar akan kekurangan dalam pembuatan makalah kami. Karena selain kami masih dalam tahap berguru kami juga insan biasa yang tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun, sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Untuk kritik dan saran yang diberikan kami ucapkan terima kasih.
C.
DAFTAR PUSTAKA
Echols M John dan Sadily Hasan. Kamus Inggris Indonesia ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama1990).
Antoni K Muda Ahmad. Kamus LengkapEkonomi ( Jakarta Gramedia Press, 2003.
Karim Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada 2006).
Al-Qur-an dan Terjemah, Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibentuk oleh insan dalam pergaulan sesamanya.
[1]. John M Echols dan Hasan Sadily. Kamus Inggris Indonesia ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama1990) hal. 578
[3]. Al-Qur-an dan Terjemah, Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibentuk oleh insan dalam pergaulan sesamanya
[4]. Adiwarman Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada 2006) hal 248