Jurnal Keperawatan Gerontik
JURNAL KEPERAWATAN GERONTIK
PEMBERIAN INTERVENSI SENAM LANSIA PADA LANSIA DENGAN NYERI LUTUT
ABSTRAK
Menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri. Pada usia lanjut, mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal. Penurunan sistem muskuloskeletal ini ditandai dengan adanya nyeri pada daerah persendian salah satunya pada sendi lutut. Nyeri lutut merupakan suatu penyakit regeneratif sendi dan salah satu tanda dan gejala dari osteoarthritis. Salah satu upaya untuk mengurangi nyeri lutut adalah dengan terapi non farmakologis dengan senam lansia. Tujuan penelitian adalah memberikan intervensi senam lansia pada lansia dengan nyeri lutut untuk mengurangi nyeri lutut. Manfaat penelitian adalah melatih kemampuan otot sendi dan menurunkan skala nyeri lutut pada lansia. Metode yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan jenis eksperimental dan design one group pre-post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia baik pria maupun wanita di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti” Kabupaten Rembang. Instrumen atau alat yang digunakan berupa skala nyeri VAS atau Baourbanis dan lembar observasi.
Pengambilan sampel menggunakan jumlah minimal sampel bagi penelitian kuantitatif eksperimental yaitu sebanyak 15responden. Pelaksanaan senam lansia dapat dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan selama kurang lebih 15-45 menit. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Februari 2012 sampai 3 Maret 2012 di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti Kabupaten Rembang. Penelitian ini menggunakan uji statistik Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikansi p-value 0,001 yang berarti sig <α=(0,05). Disimpulkan bahwa senam lansia ini efektif mengatasi nyeri lutut pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti” Kabupaten Rembang dan diharapkan senam lansia ini dapat membantu masyarakat atau lansia untuk mengurangi nyeri sendi lutut.
PENDAHULUAN
Jumlah orang lanjut usia pada tahun 2000 diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 sebesar 11,34% (BPS,1992). Dari data USA-Bureau of the Census, bahkan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar seluruh dunia, antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 41,4% (Maryam, 2008).
Semakin seseorang bertambah usia maka seseorang akan rentan terhadap suat penyakit karena adanya penurunan pada sistem tubuhnya. Lansia cenderung mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal. Penurunan pada sistem muskuloskeletal ini dapat mempengaruhi mobilitas fisik pada lansia dan bahkan dapat mengakibatkan gangguan pada mobilitas fisik pada lansia. Nyeri lutut merupakan salah satu tanda dan gejala dari osteoarthritis (Taslim, 2001).
Perubahan struktur fungsi, baik fisik maupun mental akan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk tetap beraktivitas. Lansia dengan proses menua akan berpengaruh terhadap penampilan, penyakit, penyembuhan dan memerlukan proses rehabilitasi. Lansia mempunyai penampilan yang khas seperti adanya tanda dan gejala lansia dalam berjalan karena adanya penurunan pada regeneratif sendi sehingga menyebabkan lansia mengalami immobilitas fisik. Banyak kasus degeneratif dengan gejala seperti nyeri muskuloskeletal. Nyeri muskuloskeletal merupakan sindroma geriatrik yang paling sering dijumpai dan berkaitan dengan masalah kesehatan pada usia lanjut (Taslim, 2001).
Gangguan pada muskuloskeletal pada umumnya memberikan gejala atau keluhan nyeri, dari tingkat ringan sampai berat. Keluhan nyeri yang timbul dapat mengganggu penderita sehingga, penderita tidak dapat bekerja atau beraktivitas dengan nyaman bahkan juga tidak dapat merasakan kenyamanan dalam hidupnya. Oleh karena itu, penanganan untukgangguan muskuloskeletal yang pertama kali harus kita lakukan adalah mengurangi nyeri atau gejala yang ditimbulkan (Martono, 2009).
Penelitian oleh Havard Osteras, Tom Arild Torstensen dan Berit Osteras yang berjudul “High-Dosage Medical Exercise Therapy in Patients with Long- Term Subacromial Shoulder Pain” didapatkan hasil dengan pemberian terapi latihan medik ada penurunan skala nyeri pada bahu dengan menggunakan skala ukur VAS (Visual Analog Scale) (Havard, 2009). Manfaat penelitian ini adalah untuk membantu lansia dalam mengurangi atau menurunkan skala nyeri pada lansia dengan nyeri lutut Dari penelitian terkait di atas peneliti bermaksud untuk melaksanakan penelitian untuk menilai pemberian intervensi senam lansia pada lansia dengan nyeri lutut.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian eksperiment dan desain one group pre test-post test. Penelitian ini melibatkan 15 lansia yang dijadikan responden sesuai dengan kriteria inklusif, ekslusi dan bersedia menjadi responden dan menandatangani surat persetujuan. Pengambilan sampel sesuai dengan syarat penelitian untuk eksperimen. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Februari 2012 hingga 3 Maret 2012 di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti” Kabupaten Rembang.Alat pengumpulan data menggunakan skala nyeri VAS atau Bourbanis dan lembar observasi (Halimul, 2008). Pengambilan data penelitian dilakukan dengan mengukur skala nyeri pada lansia sebelum dilakukan terapi senam lansia dan setelah dilakukan terapi senam lansia dilakukan pengukuran skala nyeri lagi selama 6 hari. Penelitian ini dilakukan selam 6 hari. Uji satistik menggunakan uji Wilcoxon. Sebelum dilakukan uji Wilcoxon dilakukan uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50 responden.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti” Kabupaten Rembang Bulan Maret (n=15)
Karakteristik Responden Frekuensi Presentasi
Jenis Kelamin
Laki-Laki 6 40
Perempuan 9 60
Total 15 100
Usia Tahun
55-60 3 20
61-75 12 80
Total 15 100
Tabel 1. menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 9 lansia (60%), sebanyak 6 lansia (40%) berjenis kelamin laki-laki. Responden yang berusia 61-75 tahun sebanyak 12 responden (80%) dan sebanyak 3 responden (20%) responden berusia 55-60 tahun.
Tabel 2
Pengukuran Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Intervensi Senam Lansia
Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti” Kabupaten Rembang (n=15)
No | Skala Nyeri | Frekuensi | Persentase (%) | ||
Sebelum Sesudah | Sebelum Sesudah | ||||
1. | 0 (tidak nyeri) | 0 | 13 | 0 | 86,7 |
2. | 1-3 (nyeri ringan) | 13 | 2 | 73,33 | 13,33 |
3. | 4-6 (nyeri sedang) | 2 | 0 | 13,33 | 0 |
Total | 15 | 15 | 100 | 100 |
Tabel 2. menunjukkan bahwa skala nyeri pada lansia dengan nyeri lutut sebelum diberikan terapi senam lansia sebanyak 13 responden (73,33%) dengan skala nyeri 1-3 (nyeri ringan), dan sebanyak 2 responden (13,33%) dengan skala nyeri 4 (nyeri sedang). Skala nyeri sesudah dilakukan terapi senam lansia sebanyak 13 responden (86,7%) skala nyeri 0 (tidak nyeri) dan sebanyak 2 lansia (13,33%) skala nyeri 1-3 (nyeri ringan).
PEMBAHASAN
Lansia dengan jenis kelamin perempuan cenderung beresiko cidera. Pada perempuan yang berusia lebih dari 50 tahun mengalami penurunan pada fleksibilitas otot. Hal ini sanggup ditangani dengan meningkatkan kemampuan otot lansia dengan senam. Senam lansia sanggup melatih kemampuan otot sendi. Kemampuan otot apabila semakin sering dilatih maka cairan sinovial akan meningkat atau bertambah Artinya, penambahan cairan sinovial pada sendi sanggup mengurangi resiko cidera pada lansia dan mencegah timbulnya nyeri lutut pada lansia (Taslim, 2001).
Semakin bertambahnya usia pada seseorang maka, seseorang akan kehilangan massa tulang pada laki-laki sebesar 20-30% dan pada wanita sebesar 40-50%. Lansia cenderung mengalami penurunan pada fungsi muskuloskeletal. Fungsi kartilago sendi mengalami penurunan sehingga, kartilago akan menipis dan mengakibatkan kekakuan sendi. Kekakuan sendi apabila tidak segera ditangani maka sanggup mengganggu mobilitas fisik pada lansia. Otot sendi apabila dipakai untuk bergerak maka cairan sinovial akan bertambah dan meningkat sehingga, lansia melaksanakan acara dengan baik. Apabila otot sendi tidak digunakan untuk melakukan aktivitas maka, cairan sinovial ini akan tetap sehingga, tidak mengalami peningkatan (Sudoyo, 2006).
Hasil penelitian pengukuran skala nyeri sehabis diberikan terapi senam lansia ini sesuai dengan teori yang telah disampaikan bahwa senam lansia merupakan suatu latihan fisik yang mempunyai efek yang baik untuk meningkatkan kemampuan otot sendi. Kemampuan otot sendi apabila sering dilatih atau digerakkan maka cairan sinovial pada sendi akan meningkat. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai pelumas dalam sendi. Peningkatan cairan sinovial ini sanggup mengurangi resiko cidera sendi pada lansia (Taslim, 2001). Senam lansia juga sanggup memperlihatkan kebugaran badan dan meningkatkan daya tahan badan (Ambar, 2009).
Gangguan pada sistem muskuloskeletal sanggup memperlihatkan dampak immobilitas fisik pada lansia. Untuk mencegah immobilitas fisik pada lansia,lansia dianjurkan untuk melaksanakan acara fisik menyerupai senam lansia, berjalan dan lain-lain. Aktivitas fisik dapat memberikan pengaruh yang baik bagi kesehatan badan pada lansia salah satunya yaitu melatih kemampuan otot sendi pada lansia biar tidak terjadi kekakuan sendi (Martono, 2009).
Penelitian terkait telah dilakukan olehHavard Osteras, Tom Arild Torstensen dan Berit Osteras yang berjudul “High-Dosage Medical Exercise Therapy in Patients with Long-Term Subacromial Shoulder Pain” didapatkan hasil dengan dukungan terapi latihan medik ada penurunan skala nyeri pada pundak dengan memakai skala ukur VAS (Visual Analog Scale)dan hasinya juga terapi latihan medik sanggup mengatasi nyeri pundak pada pasien(Havard, 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa terapi senam lansia sanggup mengatasi nyeri lutut pada lansia dari skala nyeri ringan hingga tidak nyeri
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberian intervensi senam lansia pada lansia dengan nyeri lutut di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti” Kabupaten Rembang ini efektif untuk mengatasi nyeri lutut pada lansia. Hasil penelitian menurut jenis kelamin memperlihatkan bahwa lansia dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 9 lansia (60%) dan laki-laki sebanyak 6 lansia (40%). Hasil penelitian menurut usia memperlihatkan bahwa lansia dengan usia 61-75 tahun sebanyak 12 lansia (80%) dan lansia dengan usia 55-60 tahun sebanyak 3 lansia (20%). Hasil penelitian sesudah dilakukan terapi senam lansia menunjukkan bahwa sebesar 86,7% lansia mempunyai skala nyeri 0 atau tidak nyeri dan 13,33% lansia mempunyai skala nyeri 1 atau skala nyeri ringan.
Hasil uji statistik Wilcoxon diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti sig<α=(0,05). Nilai signifikansi 0,001 < 0,05 artinya hipotesa diterima. Kesimpulannya dukungan terapi senam lansia efektif mengatasi nyeri lutut pada lansia.
Pemberian terapi senam lansia ini sanggup dipakai oleh siapapun tanpa mengeluarkan uang. Sebagai perawat komunitas terapi senam lansia dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas mutu pelayanan kesehatan lansia di suatu instansi. Terapi senam lansia efektif dalam mengurangi nyeri lutut pada lansia
DAFTAR PUSTAKA
Ambar Suianti Universitas Negeri Yogyakarta.Pemanfaatan Moment 17 Agustus
Sebagai Sarana Senam. 2009.Diakses pada tanggal 2 Februari 2012
Pukul 13.00 WIB
Dempsey, PA & Dempsey, AD. Riset Keperawatan : Buku Ajar dan Latihan. Alih
Havard Osteras, Tom Arild Torstensen dan Berit Osteras.“High-Dosage Medical Exercise Therapy in Patients with Long-Term Subacromial Shoulder Pain.
Hidayat, Aziz Alimul.Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi 2
Martono, Hadi. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009.
Maryam, Siti S.Kp dkk. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta: Salemba Medika. 2008.
Sudoyo W Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Cetakan Kedua.Jakarta:Pusat Penerbitan Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006.
Wasis, S.kep,Ns.Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat.Jakarta:EGC.2008.
Taslim, Hartono. Gangguan Muskuloskeletal pada Usia Lanjut.2001. Diakses pada tanggal 1 Juni 2012 pukul 08.00 WIB.
EFEKTIVITAS TERAPI PSIKORELIGIUS TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA ABIYOSO
ABSTRAK
Based on an implemented surrvey at panti sosial tresna werdha abiyoso, it was found that with depression used geriatric depression scale from 80 person as respondent there are 24 person depression. One of the ways to decrease of the depression by psychoreligius therapy. This study is a quasi experiment with non equivalent control group design. This research aimed to examine the effectiveness of psychoreligius teraphy in decreasing depression in elderly.
The subject of this study were 34 elderlys whom stayed at panti sosial tresna werdha abiyoso. They were selected and divided into two groups. First group had 17 people that considered as experiment group and secondly group had 17 people that considered as control group. Intrument being used was the geriatric depression scale (GDS). The analysis being used to test the diffrence of treatment and control group scores is SPSS one way student significance level of p =0, 05.
The result of this study showed that the pretest being done, there was no diffrence between mean score of depression experimental group and control group. However, when the posttest being done there was significant difference between two groups. After given psychoreligius therapy, the depression scale in elderlys of the experimental group was lower than control group. Therefore, it be concluded that psychoreligius therapy is effective in decreasing the depression in elderlys at panti sosial tresna werdha abiyoso.
PENDAHULUAN
Setiap manusia mempunyai hak asasi termasuk didalamnya hak untuk hidup, menjalankan agama dan keyakinannya juga memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation, WHO) menjelaskan batasan sehat adalah “ suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara penuh dan bukan semata- mata tidak adanya penyakit atau keadaan lemah tertentu (Baihaqi et.al, 2005). Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera positif bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan emosi, fisik dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari-hari dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck, 2008).
Lebih khusus kesehatan jiwa pun mendapat perhatian dari seluruh dunia, menurut WHO kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karasteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Dalam undang-undang kesehatan jiwa No.3 tahun 1996 dijelaskan defenisi kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. Sedangkan rentang sehat jiwa yaitu dinamis bukan titik statis, rentang dimulai dari sehat optimal, ada tahap-tahap, ada variasi, menggabungkan kemampuan adaptasi dan berfungsi secara efektif sehat (Nasir, Muhith, 2011).
Masalah kesehatan jiwa dihadapi oleh berbagai golongan usia tidak terkecuali bagi para lansia. Sebagaimana telah diketahui menua merupakan proses yang dialami oleh setiap orang, tujuan dari menua sehat adalah menjadi tua dalam keadaan sehat ( Darmojo, 2010).
Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan pelayanan kesehatan maka penyakit- penyakit infeksi mulai dapat dikendalikan dan usia harapan hidup dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2000 jumlah usia lanjut diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 sebesar 11, 34% (Badan Pusat Statistik, 1992). Data dari USA-bureau of the Cencus, bahkan indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar seluruh dunia, antara tahun 1990 – 2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella & Taeuber, cit Darmojo, 2010).
Secara epidemologik, di negara barat depresi dikatakan terdapat pada 15 -20% populasi usia lanjut di masyarakat. Insidensi bahkan lebih tinggi pada lansia yang ada di institusi. Sedangkan di Asia angkanya jauh lebih rendah. Keadaan ini diduga karena terdapat faktor sosio- kultural-religi yang berpengaruh positif. Angka yang didapatkan pada lansia yang menderita depresi sebanyak 2, 3%, angka di masyarakat juga didapatkan lebih rendah (Martono, cit Darmojo, 2010). Depresi semakin berat apabila tingkat kereligiusan lansia rendah. didunia kedokteran dan keperawatan barat awalnya hanya mengandalkan pada aspek biopsikososial. Beberapa dekade terakhir ini pandangan tersebut mulai berubah dimana manusia dipandang secara holistik meliputi biopsikososiospiritual (Hawari, 2002).
Dalam pengkajian klien jiwa, latar belakang kehidupan agama klien, keluarga dan pendidikan agama merupakan faktor yang sangat penting” (Kaplan Sadock, 1991). “Semua penyakit kejiwaan berhubungan dengan agama”( Jung, cit. Yosef, 2011).
Studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Abiyoso didapatkan data awal dari hasil pemeriksaan lansia yang dilakukan peneliti sebelumnya (2011) dengan menggunakan geriatric depresion scale (GDS) dari 80 orang sebagai responden 24 orang dinyatakan mengalami depresi. Saat penelitian dilakukan pada bulan Januari 2013 jumlah penghuni panti sebanyak 126 orang, laki-laki berjumlah 34 orang dan jumlah perempuan sebanyak 92 orang. Klasifikasi pembiayaan penghuni panti dari jumlah total 126 orang, sebanyak 113 orang ditanggung oleh Dinas Sosial dan 13 orang dengan subsidi silang. Lansia dengan umur tertua 96 tahun dan yang termuda 61 tahun, dari 126 lansia sebanyak 14 orang mendapat perawatan intensif, adapun kegiatan kerohanian yang diikuti oleh penghuni panti yang rutin dilaksanakan yaitu bimbingan rohani setiap hari senin dan kamis (PSTW Abiyoso).
Keadaan sehat secara umum atau sehat jiwa merupakan target yang ingin dicapai termasuk bagi lansia, pada kenyataannya sebagian besar lansia mengalami berbagai masalah kesehatan baik fisik maupun psikis, dan semakin rendah tingkat kereligiusan lansia akan semakin berat tingkat depresi lansia. Angka depresi di lapangan (PSTW) yaitu sebesar 30%. Adapun yang menjadi ketertarikan dalam penelitian ini adalah tingginya angka depresi pada lansia yang tinggal di PSTW Abiyoso. Sehingga dapat diasumsikan bahwa penanganan depresi perlu mendapat perhatian secara terprogram.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan diakukan adalah penelitian quasi eksperiment (experiment design) dengan rancangan penelitian menggunakan non equivalent control group design, desain penelitian ini hampir sama dengan pretest- posttest group control design, hanya saja pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Rancangan penelitian ini akan membandingkan hasil pretest dan posttest kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan berupa terapi psikoreligius dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan dengan menggunakan angket The Geriatric Depresion Scale ( GDS ), skala atau alat ukur ini adalah instrumen yang disusun secara khusus digunakan lansia untuk mengukur tingkat depresi(Yesavage, Brink, dalam Kusharyadi, 2010).
Secara garis besar rancangan penelitian ini adalah:
Pretest Perlakuan Posttest
O1 X O2 O3 O4
Gambar : Rancangan Penelitian
Keterangan gambar :
X perlakuan berupa terapi psikoreligius
O1 dan O3 Pretest derajat depresi lansia sebelum ada perlakuan
O2 posttest derajat depresi lansia setelah diberi perlakuan
O4 posttest derajat depresi lansia yang tidak mendapat perlakuan
Variabel independen / bebas dalam penelitian ini adalah terapi psikoreligius sedangkan Variabel dependen / tergantung
tingkat depresi Sampel dalam penelitian adalah lansia yang tercatat sebagai penghuni PSTW Abiyoso Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 34 orang, dengan mempertimbangan keadaan lansia, sebagian akan digunakan sebagai kelompok kontrol.
Instrumen (alat ukur) adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan datadari responden/sampel yang akan diteliti. Ada beberapa jenis instrumen yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat depresi seseorang diantaranya Beck Depression Inventory (BDI), Hamilton Rating Scale Depression (HARSD) atauGeriatric Depression Scale (GDS). Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Geriatric Depresion Scale (GDS) yang merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk menentukan adanya depresi pada lansia. GDS terdiri dari 30 pertanyaan dengan jawaban “ ya” dan ” tidak”, nilai 1 point untuk setiap respons yang cocok dengan jawaban “ya” atau “tidak” setelah pertanyaan. Penilaian : Nilai 5 atau lebih menandakan adanya depresi. 5-16 depresi ringan 16 > depresi berat.
Masalah penelitian pada penelitian ini merupakan analitik komparatif katagorikal 2 (dua) kelompok berpasangan, masalah skala pengukuran data variabelnya katagorikal ratio, maka untuk menganalisa data tersebut dilakukan dua kali analisis. Analisis pertama untuk menguji perbedaan kemampuan awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pengujiannya menggunakan t-test. Analisis kedua dengan t-test related yang diuji adalah perbedaan antara 02 dan 04 uji hipotesis Wilcoxon apabila sebaran data tidak normal dari hasil uji saphyro wilk
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan menggambarkan bahwa kelompok eksperimen dengan analisis data menggunakan uji wilcoxon didapatkan skor Z sebesar -4, 638 dengan nilai p 0.001. Hal ini dapat diartikan bahwa terapi psikoreligius efektif terhadap penurunan depresi.
Karasteristik depresi lansia dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, keaktifan dalam mengikuti kegiatan panti serta faktor internal dari lansia itu sendiri yang mana diketahui bahwa penghuni panti berasal dari latar belakang sosial budaya dan ekonomi serta spiritual yang berbeda- beda.
Perbedaan tingkat depresi lansia sebelum diberikan perlakuan dan setelah mendapat perlakuan dapat digambarkan pada tabel berikut :
Tabel 1. Nilai mean pretest dan posttest
Klp Eksperimen Mean Standar Deviasi
Pretest 11.000 5.465
posttest 5.352 4.782
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui derajat depresi lansia di PSTW Abiyoso sebelum diberikan perlakuan dengan nilai mean 11.000 setelah mendapatkan perlakuan berupa terapi psikoreligius depresi lansia mengalami penurunan yang mana diketahui dari nilai mean sebesar 5.352 Dari data tersebut diketahui adanya pengaruh yang signifikan dari terapi psikoreligius terhadap penurunan tingkat depresi. Hal ini dapat diartikan bahwa terapi psikoreligius efektif terhadap penurunan tingkat depresi uji statistik wilcoxon dengan bantuan program komputer. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Hasil uji wilcoxon
variabel Uji Z Sig
O1 – O2 -4.638 0.001
Berdasarkan analisis uji Wilcoxon diatas dengan membandingkan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan nilai Z sebesar -4.638, nilai Z pada penelitian ini lebih kecil dari nilai Z pada tabel. Jadi terapi psikoreligius efektif terhadap penurunan tingkat depresi. Dengan demikian dapat diartikan Ha diterima dan Ho ditolak
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, (2006), Prosedur Penelitian:suatu pendekatan praktek edisi VI, PT.Rineka cipta, Jakarta
Azwar, (2012), Metode Penelitian, Pustaja Pelajar, Yogyakarta
Azwar, (2008), Sikap Manusia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Baihaqi, et.al, (2005), Psikiatri, Konsep Dan Gangguan-gangguan, PT. Refika Aditama, Bandung
Darmojo, (2010), GERIATRI (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Diponegoro, (2010) Al- Qur’an Tajwid & Terjemah, Diponegoro, Bandung
Hawari, (2002), Dimensi Religi Dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi jakarta, Balai penerbit Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia, Jakarta
Kaplan & Sadock (2010) Buku Ajar Psikiatri Klinis, ed.2(terjemahan), EGC, Jakarta
Kartono, (2002), Patologi Sosial & Gangguan-gangguan Kejiwaan, PT. Raja Gratindo Perkasa, Jakarta
Kushariyadi, (2010), Asuhan Keperawatan Pada Klien Lnjut Usia, Salemba Medika, Jakarta
Kusumawati, Hartono, (2011), Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta
Lubis, (2009), Depresi Tinjauan Psikologia, Edisi I, Kencana, Jakarta
Maramis, (2009), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya
Mustofa, (2011), Energi Dzikir Alam
Bawah Sadar, Padma, Surabaya
Nasir, Muhith, (2011), Dasar-dasar Keperawatan Jiwa, Pengantar Dan Teori, Salemba Medika, Jakarta