Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Kontemporer


MAKALAH KONTEMPORER "KARAKTERISTIK PENDIDIKAN ISLAM TERPADU"

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan islam memainkan peranan yang sangat penting  dalam mempersiapkan generasi  menghadai era yang penuh dengan tantangan. Pendidikan islam  harus mampu  menyelengarakan proses pembekalan pengetahuan, penanaman nilai, pembentukan perilaku dan karakter, pengembangan bakat, kemampuan dan keterampilan, menumbuhkembangkan potensi akal, jasmani dan rohani yang optimal, seimbang  dan sesuai dengan tuntuan zaman.
Kenyataanya pendidikan islam khusunya diindonesia telah berjalan dalam lorong krisis yang panjang.  Pendidikan islam telah kehilangan pijakan filosofisnya yang hakiki, yang kemudian  berdampak pada  tidak jelasnya arah  dan tujuan yang hendak dicapai.  Pendidikan islam juga  tertatih-tatih dan gagap dalam menghadapi laju perkembangan zaman dan arus globalisasi.  Akibatnya, output pendidikan  islam, yang mestinya melahirkan generasi  “imamul mutaqien” malah melahirkan generasi yang gagap: gagap teknologi, gagap pergaulan global, gagap zaman bahkan gagap moral.  Perlu taktik yang tepat  dalam membangun pendidikan islam yang sebenarnya. Melihat permasalahan yang ada maka dalam goresan pena ini kami mencoba untuk membahas persoalan konsep pendidikan  islam terpadu yang akhir-akhir ini sedang tumbuh  dan berkembang dan mungkin menjadi impian gres untuk kebangkitan pendidikan islam di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana karekteristik pendidikan islam terpadu ?

II.  PEMBAHASAN
A. LADASAN TEORI
1.  Konsep Pendidikan Islam Pada Sekolah Umum Berciri Khas
Ibn Khaldun berpandangan bahwa insan sebagai makhluk berfikir, dengan kemampuannya sanggup memetik dan memahami hal-hal yang berada di luar dirinya. Pada mulanya, kemampuan itu masih berbentuk potensi. Dia menjadi actual (mencapai suatu titik perkembangan) melalui al-ta‘lim (pendidikan) dan al-riyadat (latihan) yang sesuai dengan gerak perkembangan fizikal dan mentalnya. Atas dasar inilah, efek dunia luar terprogram dan sanggup mengoptimalkan potensi insan ke arah yang lebih sempurna.
Secara semula  potensi insan tumbuh dan berkembang dalam tahap demi tahap. Proses tersebut berlangsung berlanjutan semenjak dalam kandungan hingga meninggal dunia. Searah dengan itu, pendidikan bertujuan mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh itu, Ibn Khaldun meletakkan pendidikan dalam kerangka tamadun (al-‘Umran). Pendidikan merupakan bahagian yang tidak sanggup dipisahkan dari tamadun. Tamadun itu sendiri ialah isi pendidikan. Tamadun merupakan konsekuensi logik acara manusia. Melalui kemampuan berfikirnya, insan bukan hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian kepada pelbagai cara memperoleh arti hidup. Proses inilah yang melahirkan upaya pendidikan dan tamadun. Daya olah fikiran insan dibuat oleh persekitaran, usang kelamaan membentuk suatu sistem. Kristalisasi sistem itulah membentuk kebudayaan.
Bagi Ibn Khaldun, kebudayaan (al-thaqafat) ialah suatu aspek kemanusian. Kebudayaan mengacu pada masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan terbentuk sebagai hasil kecenderungan semula jadi insan untuk bekerja sama. Dia merupakan alat untuk keperluan manusia. Melalui penciptaan budaya insan meningkatkan kondisi hidup sesuai dengan persekitarannya. Dari segi ini pendidikan dituntut untuk sanggup memajukan kebudayaan dan tamadun umat. Pendidikan sanggup mengarah pada pencapaian tingkat hidup yang lebih baik dengan tingkat kebudayaan dan tamadun lebih maju. Berdasarkan pemikiran Ibn Khaldun tersebut, maka sanggup diketahui bahawa ia mempunyai pemikiran pendidikan yang optimis. Pemahaman ini didasarkan pada pendapatnya, bahawa insan mempunyai potensi yang sanggup tumbuh dan dikembangkan melalui pendidikan. Demikian pula pendidikan merupakan salah satu sarana perubahan budaya, yang sanggup mengubah aturan hidup menjadi lebih baik.
2.  Konsep Pendidikan Islam Menurut Murtadha Mutahhari
Murtadha Mutahhari seorang ulama, filosof dan ilmuan Islam sebagaimana dikutif oleh Mulyana yusuf dalam tulisanya Konsep pendidikan dalam islam menjelaskan bahwa iktikad dan sains merupakan karakteristik insani, di mana insan mempunyai kecenderungan untuk menuju kearah kebenaran dan wujud-wujud suci dan tidak sanggup hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu ini ialah kecenderungan iktikad yang merupakan fitrah manusia.  Tetapi di lain pihak  insan selalu ingin dan memahami semesta alam, serta mempunyai kemampuan untuk memandang masa lalu, kini dan masa mendatang (yang merupakan cirri khas sains).
Berdasarkan uraian tersebut, sanggup kita tangkap sebab iktikad dan ilmu  merupakan karakteristik insani  yang bagaikan dua sisi mata uang yang tak sanggup dipisahkan,  maka pemisahan antara keduanya justru akan menurunkan martabat manusia.  Di samping itu adanya kemunduran adagium bahwa iktikad tanpa ilmu akan mengakibatkan fanatisme  dan kemunduran, takhayul serta kebodohan dan sebaliknya ilmu tanpa iktikad akan digunakan untuk mengumbar nafsu, kerakusan, ekspansionisme, ambisi, kesombongan, penindasan, pebudakan, penipuan dan kecurangan semakin menguatkan pendapat di atas.   Dengan kata lain, iktikad tanpa ilmu akan menjadi lemah sebaliknya ilmu tanpa iktikad  akan menjadi buta.
Pemisahan dan pengotakan antara agama dan sains terperinci akan mengakibatkan kepincangan dalam proses pendidikan, agama kalau tanpa proteksi sains akan menjadi  tidak mengakar pada realitas dan penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi  oleh asas agama dan budbahasa atau etika yang baik akan  bermetamorfosis liar dan mengakibatkan dampak yang merusak.  Karenanya konsep pendidikan  dalam islam memperlihatkan suatu sistem  pendidikan yang holistic dan memposisikan agama dan sains sebagai suatu hal yang seharusnya saling menguatkan satu sama lain.
3.  Konsep Pendidikan Menurut Mohammad Natsir
Pemikiran Muhammad Natsir perihal pendidikan islam ialah berlandaskan kepada : pertama, landasan normative yaitu pemikiran yang berlandaskan pemikiran islam yang memisahkan antara yang haq dan yang batil, menegakan yang haq dan mencegah yang batil.  Kedua, landasan historis yaitu  pemikiran yang diterapkan merupakan pengalaman yang didapat semasa hidup Muhammad Natsir, pendidikan dalam menuntut ilmu, pendidikan yang tidak membedakan kasta, ras ekonomi dan lain sebagainya, serta tidak ada dikotomi dalam menuntut ilmu. Ketiga kebenaran filosofis yaitu kebenaran yang hakiki ialah kebenaran Tuhan yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah namun setiap muslim wajib berijtihat untuk mencari kebenaran kalau dalam Al-Qur’an dan As Sunnah tidak ditemukan dasar hukum, dan seorang muslimin tidak diperbolehkan taqlid buta.
Muhammad Natsir merumuskan pendidikan yaitu : universal, integral dan harmonis. Pendidikan integralistik tersebut menurut tauhid dan bertujuan untuk menjadikan insan yang  mengabdikan diri kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya dengan misi mencari kebahagiaan dunia dan akhirat.  Muhammad Natsir memandang Islam  bukan hanya dalam pengertian yang sempit melainkan aliran perihal tata kekerabatan insan dengan tuhan (Hablumminallah), pandangan hidup dan sekaligus jalan hidup way of  life.
Konsep pendidikan tersebut memang berasal dari ijtihad dan renungan Muhammad Natsir yang digali pribadi dari Al-Qur’an dan Hadist.  Serta  banyak sekali tuliasan di majalah dan surat kabar dan didalam  konteks yang berbeda-beda disamping ceramah.  Akan tetapi  disisi lain ialah sebab reaksi dan refleksi dari kenyataan histories dan sosiologis yang Muhammad Natsir temui yakni dimana konsep tersebut secara empiris sudah dilaksanakan di masa klasik tetapi ketika itu sudah  jarang ditemui dimasyarakat islam dimana-mana.
Akibat dunia islam sekian usang berada didalam kegelapan sebab di dominasi oleh pemikiran tasawuf  dan berada dalam penjajahan barat selama berabad-abad, maka konsep yang digunakan justru sebaliknya.  Yang ditemukan bukanlah universal, integral dan harmonis, tetapi konsep aprochcial, differensial, dikotomis dan disharmonis.
4. Konsep Pendidikan Menurut An Nahlawi
Memang tidak diragukan bahwa wangsit mengenai konsep-konsep dasar pendidikan banyak tertuang dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadits nabi. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat ayat atau hadits hadits yang sanggup mewakili dan mengandung wangsit perihal konsep-konsep dasar tersebut, dengan perkiraan dasar, ibarat dikatakan an Nahlawi bahwa pendidikan sejati atau maha pendidikan itu ialah Allah yang telah membuat fitrah insan dengan segala potensi dan kelebihan serta menetapkan aturan hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya, sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Konsep-konsep tersebut ialah sebagai berikut
Pertama, Konsep Integrasi. Suatu konsep yang seharusnya dianut ialah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak sanggup dielakkan semoga masa kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi…” (QS. Al Qoshosh: 77). Ayat ini memperlihatkan kepada konsep integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka dedikasi kepada Tuhan.
Kedua, konsep Keseimbangan. Karena ada konsep integrasi, konsep  keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan training insan tidak ada kepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iktikad dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iktikad dan amal secara besamaan, secara implisit menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya ialah QS. Al-Ashr: 1-3, “Demi masa, sesungguhnya insan dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan bersedekah sholeh.
Ketiga, konsep Persamaan. konsep ini berakar dari konsep dasar perihal insan yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Nabi Muhammad Saw bersabda
“Siapapun di antara seorang laki laki yang mempunyai seorang budak perempuan, kemudian diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudian dimerdekakannya kemudian dikawininya, maka (laki laki) itu menerima dua pahala” (HR. Bukhori).
Keempat, Konsep Pendidikan Seumur Hidup. Sesungguhnya konsep ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar insan dalam kaitan keterbatasan insan di mana insan dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada banyak sekali tantangan dan godaan yang sanggup menjerumuskandirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan insan berupa kemampuan untuk mengakui dan meratapi kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah, “Maka siapa yang bertaubat sesuadah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah mendapatkan taubatnya…” (QS. Al Maidah: 39).
Kelima, konsep Keutamaan. Dengan konsep ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling tinggi ialah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling jelek dan rendah ialah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi berguru bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut. Nabi Saw bersabda, “Hargailah anak anakmu dan baikkanlah budi pekerti mereka,” (HR. Nasa’i)
Dari keempat konsep pendidikan di atas dalam konteks pendidikan islam sanggup disimpulkan bahwa pendidikan hendaknya menjadikan Al-quran dan Assunnah sebagai referensi dan manhaj asasi  (pedoman dasar) bagi penyelenggaraannya dan proses pendidikan. Memadukan antara agama dan sains sebagai suatu yang saling berkaitan dan saling mendukung, harus bersifat universal, integral, harmonis, dan berlangsung sepanjang hayat

B.  Konsep Pendidikan  Islam Pada Sekolah Islam Terpadu
1.  Pengertian Sekolah Islam Terpadu
Sekolah islam terpadu pada hakekatnya ialah sekolah yang meng implementasikan konsep pendidikan islam berlandaskan Al-Qur’an dan As Sunnah. Dalam aplikasinya sekolah islam terpadu diartikan sebgai sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan  dengan memadukan  pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi suatu jalinan kurikulum. Sekolah islam terpadu juga menekankan  keterpaduan dalam metode pembelajaran  sehingga sanggup mengoptilmalkan ranah kognitif, afektif dan konatif. Sekolah islam terpadu juga memadukan  pendidikan aqliyah, ruhiyah dan jasaddiyah.  Dalam penyelenggaraannya  memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif  lingkungan berguru yaitu sekolah, rumah dan masyarakat.
Dengan sejumlah pengertian diatas dapatlah ditarik suatu pengetian umum yang komprehensif bahwa sekolah  islam terpadu ialah sekolah islam  yang diselenggarakan dengan memadukan  secara integrative  nilai dan aliran islam  dalam bangunan kurikulum dengan pendekatan pembelajaran yang  efektif  dan pelibatan  yang optimal  dan koperatif   antara guru dan orang tua, serta masyarakat  untuk membina abjad dan kompetisi murid.
Sekolah Islam Terpadu yang muncul sebagai alternatif solusi dari keresahan sebagian masyarakat muslim yang menginginkan  adanya sebuah institusi pendidikan islam yang berkomitmen mengamalkan  nilai-nilai islam  dalam sistemnya, dan bertujuan semoga siswanya mempunyai kompetensi seimbang antara ilmu kauniayah dengan ilmu qauliyah, antara fikriyah, Ruhiyyah dan Jasadiyyah, sehingga mampu  melahirkan generasi muda muslim yang berilmu, berwawasan luas dan bermanfat bagi ummat.  Dengan tujuan membuat siswa yang memiliki  kecerdasan  Intelektual (Intelegen Quotient/IQ), Kecerdasan Emosional ( Emotional Quotient/EQ) dan kecerdasan Spritual (Spritual Quotient/SQ) yang tinggi serta  kemampuan bersedekah (kerja) yang ihsan.