Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mmakalah Pembelajaran Pai Untuk Difable



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Puji dan syukur penyusun ucapkan  kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis sanggup menyelesaikanmakalah pada mata kuliah Pembelajaran PAI untuk Difabel yang berjudul “Pendidikan dan Bimbingan bagi Anak Difable (Disleksia)””
            Dalam penyusunan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan, hingga penyusunan, penulis menerima bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak pihak baik secara langsung  maupun tidak langsung. Oleh lantaran itu, penulis mengucapkan terimakasih  dan kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam menuntaskan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan oleh lantaran itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan dimasa yang akan datang, dan penulis juga berharap semoga makalah ini sanggup bermanfaat bagi pembaca.


Bengkulu, 13 November 2018



                                                                                                Penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 
DAFTAR ISI .....

BAB I PENDAHULUAN ..
A.    Latar Belakang ........
B.     Rumusan Masalah ...
C.     Tujuan ..............

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kesulitan Belajar dan Disleksia ....
B.     Klasifikasi Kesulitan Belajar dan Disleksia.....
C.     Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dan Disleksia.....
D.    Faktor Penyebab Disleksia.......
E.     Pelayanan Pendidikan  Bagi Anak Disleksia....
F.      Peran Guru Khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar...
G.    Sistem Pembelajaran PAI untuk Anak Disleksia........

BAB III PENUTUP ..........................
A.    Kesimpulan .....................
B.     Saran ..........

DAFTAR PUSTAKA









  


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dewasa ini sering kita lihat banyak belum dewasa yang mengalami kesulitan belajar.Pada dasarnya kesulitan mencar ilmu tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa berkemampuan tinggi. selain itu, kesulitan mencar ilmu juga sanggup dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik sesuai dengan harapan. Dalam tumpuan lain juga dijelaskan mengenai pengertian kesulitan belajar. Kesulitan mencar ilmu yaitu suatu kondisi proses mencar ilmu yang ditandai hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Kesulitan mencar ilmu ini tidak selalu disebabkan lantaran faktor intelegensi yang rendah (kelain mental ), akan tetapi sanggup juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, lantaran itu dalam rangka memperlihatkan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah-masalah yang bekerjasama dengan kesulitan belajar. Fenomena kesulitan mencar ilmu seorang siswa biasanya tampak terang dari menurunya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan mencar ilmu juga sanggup dibuktikan dengan munculnya kelainan prilaku siswa ibarat kesukaan berteriak di dalam kelas, megusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering minggat dari sekolah.Menurut para hebat pendidikan, hasil mencar ilmu yang dicapai oleh para penerima didik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor yang terdapat dalam diri penerima didik itu sendiri yang disebut faktor internal, dan yang terdapat diluar diri penerima didik yang disebut dengan eksternal.
Jaman dahulu, anak tak bisa membaca yaitu anak bodoh. Jaman dulu anak yang suka berhayal yaitu anak ngawur. Hari ini insan kian berakal memilah mana yang ndeso lantaran tak belajar, atau pandai tapi tak bisa mengungkapkan secara verbal ataupun lisan. Namun ada kalanya kita  menemukan tanda-tanda “disleksia”, istilah dari ketidakmampuan membaca, dalam diri anak. Misal Anak tersebut sering “membaca” buku dalam waktu lama, tapi tidak membaca huruf. Hanya detail gambar hingga proses kerja dari setiap bintang film di gambar itu. Ia membaca “b” menjadi “d”, angka “2″ menjadi “5″ kalau diurut bersama. Ia juga suka gundah antara kiri dan kanan. Ia bisa mengeja semua huruf, tapi harus melihat posisi lidah, gigi dan bibir saya kita mengucap suku kata ibarat “ba” atau “da”. Sementara itu, daya rekam atas semua detail insiden dan pengetahuan anak sangatlah tinggi.

B.   Rumusan Masalah
Rumusan duduk masalah dari makalah ini ialah:
1.    Apa Pengertian Kesulitan Belajar dan Disleksia?
2.    Apa saja Klasifikasi Kesulitan Belajar dan Disleksia?
3.    Bagaimana Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dan Tanda-tanda Disleksia?
4.    Apa saja Faktor Penyebab Disleksia?
5.    Bagaimana Pelayanan Pendidikan  Bagi Anak Disleksia?
6.    Bagaimana Peran Guru Khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar?
7.    Bagaimana Sistem Pembelajaran PAI untuk Anak Disleksia?

C.  Tujuan Makalah
Tujuan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui Pengertian Kesulitan Belajar dan Disleksia
2.    Untuk mengetahui Klasifikasi Kesulitan Belajar dan Disleksia
3.    Untuk mengetahui Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dan Tanda-tanda Disleksia
4.    Untuk mengetahui Faktor Penyebab Disleksia
5.    Untuk mengetahui Pelayanan Pendidikan  Bagi Anak Disleksia
6.    Untuk mengetahui Peran Guru Khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar
7.    Untuk mengetahui Sistem Pembelajaran PAI untuk Anak Disleksia























BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Kesulitan Belajar dan Disleksia
Kesulitan mencar ilmu lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresi didalam proses pembelajaran. Kendatipun gangguan ini bisa terjadi didalam tingkatan kecerdasan normal atau bahkan diatas normal. Anak-anak yang berkesulitan mencar ilmu mempunyai ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur mencar ilmu yang normal, mengakibatkan keterlambatan dalam kemampuan perseptual-motorik tertentu atau kemampuan berbahasa. Umumnya duduk masalah ini tampak ketika anak mulai mempelajari mata-mata pelajaran dasar ibarat menulis, membaca, berhitung, dan mengeja.
Keragaman jenis kesulitan mencar ilmu yang mungkin dialami seseorang anak memang menghendaki adanya pembagian terstruktur mengenai yang cermat ihwal kesulitan mencar ilmu ini. Oleh lantaran muncul banyak sekali istilah sebutan bagi kesulitan belajar. Gangguan belajara muncul dalam banyak sekali bentuk dan memengaruhi banyak sekali aspek pembelajaran. Secara umum mereka mereka memengaruhi kemampuan membaca, menulis, dan mengeja (Disleksia), mengerjakan soal matematika (Diskalkulia), dan menulis (Disgrafia).[1]
Gangguan mencar ilmu yang paling populer yaitu Disleksia. Kata ini berasal dari adonan kata awalan “dis”, yang berarti kesulitan dan “leksia” yang berarti bahasa atau kata-kata.[2] Dapat diartikan bahwa Disleksia yaitu gangguan mencar ilmu berdasarkan bahasa yang menghalangi kemampuan sesorang untuk membaca. Disleksia tidak memperlihatkan kurangnya kecerdasan, kenyataanya banyak pengidap disleksia memperlihatkan kecerdasan diatas rata-rata.
Disleksia yaitu ketidakmampuan mencar ilmu yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu, yang memengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata dan membaca meskipun anak mempunyai tingkat kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata, motivasi dan kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.
Disleksia biasanya terjadi pada belum dewasa dengan daya penglihatan dan kecerdasan yang normal. Anak-anak dengan dyslexia biasanya sanggup berbicara dengan normal, tetapi mempunyai kesulitan dalam menginterpretasikan “spoken language” dan tulisan.
Disleksia cenderung diturunkan dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Disleksia terutama disebabkan oleh kelainan otak yang menghipnotis proses pengolahan bunyi dan bahasa yang diucapkan. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan, yang bisa memengaruhi penguraian kata serta gangguan mengeja dan menulis.[3]
                                                
B.  Klasifikasi Kesulitan Belajar dan Disleksia
Membuat pembagian terstruktur mengenai kesulitan mencar ilmu tidak gampang lantaran kesulitan mencar ilmu merupakan kelompok kesulitan yang heterogen. Tidak ibarat tunarungu, tunanetra, atau tunagrahita yang bersifat homogen. Kesulitan mencar ilmu mempunyai banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis dan remediasi yang berbeda-beda. Betapapun sulitnya membuat pembagian terstruktur mengenai kesulitan belajar, pembagian terstruktur mengenai tempatnya memegang diharapkan lantaran bermanfaat untuk menentukan taktik pelajaran yang tepat.
Secara garis besar kesulitan mencar ilmu sanggup diklasifikasikan kedalam dua kelompok:
1.    Kesulitan Belajar yang Berhubungan dengan Perkembangan (Developmental Learning Disabilities), kesulitan mencar ilmu yang mempunyai kegunaan dengan perkembangan ini meliputi gangguan motorik dan persepsi, kesulitan mencar ilmu bahasa dan komunikasi dan kesulitan kesulitan mencar ilmu dalam adaptasi sikap sosial.
2.    Kesulitan mencar ilmu akademik (Akademik Learning Disabilities), kesulitan mencar ilmu akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut meliputi penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan atau matematika.[4]
Kesulitan mencar ilmu akademik sanggup diketahui oleh guru atau orangtua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik. Sebaliknya kesulitan mencar ilmu bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui baik oleh orangtua maupun guru lantaran tidak ada pengukuran-pengukuran yang isistematik ibarat halnya dalam bidang akademik. Kesulitan mencar ilmu yang bekerjasama dengan perkembangan sering tampak sebagai kesulitan mencar ilmu yang disebabkan oleh tidak dikuasainya keterampilan persyaratan yaitu keterampilan yang harus dikuasai lebih dahulu semoga sanggup menguasai bentuk keterampilan berikutnya.
Gangguan mencar ilmu juga sanggup diklasifikasikan dengan banyak sekali jenis gangguan mencar ilmu diantaranya:
1.    Gangguan Bahasa (Language Disorder)
Merupakan salah satu teladan paling lazim gangguan belajar, dan meliputi serangkaian kesulitan, baik dalam pemahaman maupun menyatakan gagasan. Sementara beberapa siswa mungkin tidak bisa mengerti arti kata-kata yang berdiri sendiri siswa yang lain mungkin kesulitan mengerti utuh yang diucapkan orang lain dan bisa menjadi gundah terutama oleh kalimat-kalimat yang panjang dan rumit atau untuk menyusun pikiran mereka sendiri menjadi kalimat. Seorang siswa penginapan gangguan bahasa mungkin berjuang keras untuk menyusun pikirannya menjadi kalimat. Gangguan bahasa secara negatif berdampak pada pemikiran, bacaan, pengerjaan, penulisan, dan bahkan matematika.[5]

2.    Gangguan Membaca
Disleksia yaitu gangguan mencar ilmu berdasarkan bahasa yang menghalangi kemampuan seseorang untuk membaca. Disleksia tidak memperlihatkan kurangnya kecerdasan: kenyataannya banyak penginapan disleksia memperlihatkan kecerdasan rata-rata atau diatas rata-rata. Anak-anak penginapan disleksia mempunyai kesulitan untuk memahami arti kata-kata yang mereka baca: mereka melewatkan banyak kata dan mereka membalikkan posisi beberapa abjad dikata-kata tertentu. [6]

3.    Gangguan Matematika
Sebagian besar anak pengidap gangguan matematika juga mengadakan gangguan membaca. Anak-anak pengidap ini mempunyai kesulitan besar dalam berhitung. Penambahan dan pengurangan yang sederhana terasa sangat sulit bagi mereka, dan mereka sering tidak bisa membuat gambaran diluar kepala dari serangkaian objek. Berkali-kali mereka juga tidak bisa untuk membedakan kanan dan kiri, atas dan bawah, atau Timur dan barat. Mereka mungkin kesulitan untuk menurunkan sesuatu berdasarkan hukum tertentu. [7]

4.    Gangguan Pernyataan Tertulis
Anak-anak pengidap gangguan ini juga akan mengikat gangguan membaca, dan kebanyakan anak pengidap gangguan membaca juga mengucap gangguan menulis. Mereka akan bermasalah dengan pengerjaan tata bahasa, dan tanda baca. Membuat kalimat dan paragraf akan sulit disuruh maju kedepan untuk mengerjakan soal matematika dilapangan tulis mungkin merupakan pengalaman seram bagi mereka. Dan mereka cenderun.g menulis lambat dan sulit dibaca. Mereka mungkin juga mengadakan ketidakmampuan motor yang menyulitkan mereka koordinasi gerak halus ditangan mereka, yang bahkan semakin mempersulit mereka untuk menulis yang rapi. Tugas-tugas sekolah mereka cenderung bapak coretan dan tanda hapuskan. Mereka memungkinkan menulis huruf-huruf dari belakang, atau menulis seluruh kata atau kalimat dengan urutan terbalik. Walaupun semua anak mengalami kesulitan ini ketika mencar ilmu menulis, anak pengidap gangguan mencar ilmu ini akan terus mengalami duduk masalah ini bahkan sehabis belum dewasa lain seusianya telah berhasil menguasai keterampilan yang dibutuhkan untuk menulis. [8]

Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr. Kristiantini Dewi, Sp.A, menjelaskan disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.
1.    Developmental Dyslexia merupakan bawaan semenjak lahir dan lantaran faktor genetis atau keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak sanggup disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami kendala mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, belum dewasa penyandang disleksia mempunyai tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan khusus, kendala yang mereka alami bisa diminimalkan.
2.    Acquired Dyslexia didapat lantaran gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca.

C.  Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dan Tanda-tanda Disleksia
1.    Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar
Tidak ada seperangkat karakteristik atau sikap yang akan ditemukan pada seluruh anak yang diidentifikasi sebagai anak berkesulitan belajar. Sebagian anak mungkin membuktikan kesulitanyya dalam aspek kognitif, dengan masalah-masalah khusus ibarat membaca, berhitung dan bahkan berfikir. Masalah lain mungkin dalam aspek sosial, ibarat kekerabatan dengan orang lain, konsep diri, dan perilaku-perilaku yang tak layak. Sementara lainnya mungkin bermasalah pada aspek bahasa, baik berupa kesulitan mengekspresikan diri secara ekspresi maupun tertulis. Ada kemungkinan lain, dimana anak yang berkesulitan mencar ilmu bermasalah dalam aspek motorik.
Bertolak dari pemikiran tersebut maka pembahasan aspek-aspek perkembangan berikut ini bisa jadi tidak berlaku universal bagi semua anak berkesulitan belajar.

a.    Aspek Kognitif
Berbagai definisi kesulitan mencar ilmu lebih berorientasi kepada aspek akademik atau kognitif. Masalah-masalah kemampuan bicara, membaca, menulis, mendengar, berfikir dan matematis. Semuanya merupakan pemfokusan terhadap aspek kognitif atau akademik.
Kasus kesulitan membaca yang sering ditemukan disekolah merupakan teladan klasik dari ketidakberfungsian aspek kognitif anak berkesulitan belajar.

b.   Aspek Bahasa
Masalah bahasa anak berkesulitan mencar ilmu menyangkut bahasa reseptif maupun ekspresif. Bahasa reseptif merupakan kecakapan mendapatkan dan memahami bahasa. Bahasa ekspresif yaitu kemampuan mengekspresikan diri secara verbal.

c.    Aspek Motorik
Aspek motorik merupakan duduk masalah yang umumnya dikaitkan dengan kesulitan belajar. Masalah motorik anak berkesulitan mencar ilmu biasanya menyangkut keterampilan menggandakan rancangan atau pola.

d.   Aspek Sosial dan Emosi
Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional yaitu kelabilan emosional. Kelabilan emosional ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan tempramen.
Seperti diungkapkan di atas bahwa karakteristik anak berkesulitan mencar ilmu tidak akan berlaku universal bagi seluruh anak tersebut, lantaran setiap kesulitan mencar ilmu yang spesifik mempunyai tanda-tanda dan karakteristik sendiri.

2.    Tanda-tanda Disleksia
Menurut Hargio tanda tanda disleksia yang mungkin sanggup dikenali oleh orang renta atau guru yaitu sebagai berikut:
1.       Kesulitan mengenali abjad atau mengejanya.
2.       Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur contohnya essay.
3.       Huruf tertukar tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’.
4.       Membaca lambat-lambat dan terputus-putus dan tidak tepat misalnya:
a.     Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
b.     Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (”menulis” dibaca sebagai ”tulis”)
c.     Tidak sanggup membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai.
5.       Tertukar tukar kata (misalnya: dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama)
6.       Daya ingat jangka pendek yang buruk.
7.       Kesulitan memahami kalimat yang dibaca ataupun yang didengar.
8.       Tulisan tangan yang buruk.
9.       Mengalami kesulitan mempelajari goresan pena sambung.
10.    Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
11.    Kesulitan dalam mengingat kata-kata
12.    Kesulitan dalam diskriminasi visual
13.    Kesulitan dalam persepsi spatial
14.    Kesulitan mengingat nama-nama
15.    Kesulitan / lambat mengerjakan PR
16.    Kesulitan memahami konsep waktu
17.    Kesulitan membedakan abjad vokal dengan konsonan
18.    Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
19.    Kesulitan mengingat rutinitas kegiatan sehari hari
20.    Kesulitan membedakan kanan kiri [9]


D.  Faktor Penyebab Disleksia
Faktor mencar ilmu dipengaruhi oleh dua faktor, internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan mencar ilmu yaitu faktor internal, yaitu kemungkinan adanya difungsi neurolis sedangkan penyebab utama kesulitan mencar ilmu yaitu faktor eksternal yaitu antara berupa taktik pembelajaran yang keliru pengelolaan kegiatan mencar ilmu yang tidak membangkitkan motivasi mencar ilmu anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat.
Disfungsi neurologis sering tidak hanya mengakibatkan kesulitan mencar ilmu tetapi juga sanggup mengakibatkan tinaghira dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang sanggup mengakibatkan disfungsi neurologis yang pada risikonya sanggup mengakibatkan kesulitan belajar:
1.    Faktor genetik
2.    Luka pada otak lantaran stress berat fisik atau lantaran kekurangan oksigen.
3.    Biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang dipakai untuk memfungsikan syaraf)
4.    Biokimia yang sanggup merusak otak(misalnya zat pewarna pada makanan)
5.    Pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah hitam).
6.    Gizi yang tidak memadai.
7.    Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak. [10]

Kephar mengelompkkan penyebab kesulitan mencar ilmu ini kedalam tiga kategori utama yaitu:
1.    Kerusakan otak, berarti terjadinya kerusakan syaraf ibarat kasus-kasus enchephalitis, meningitis, dan toksin. Kondisi ibarat ini sanggup menimbulkan gangguan fungsi otak yang diharapkan untuk proses pembelajaran pada anak dan remaja. Demikian pula pada belum dewasa yang mengalami Disfungsi minimal otak pada ketika lahir akan menjadi duduk masalah besar pada ketika anak mengalami proses belajar.
2.    Faktor gangguan emosional, yang menimbulkan kesulitan mencar ilmu terjadi lantaran adanya stress berat emosional yang berkepanjangan yang mengganggu kekerabatan fungsional sistem Utara syaraf. Dalam kondisi ibarat ini perilaku-perilaku yang terjadi seringkali sperti sikap pada otak. Namun demikian tidak semua gangguan emosional sanggup menimbulkan gangguan belajar.
3.    Faktor pengalaman, yang sanggup menimbulkan kesulitan mencar ilmu meliputi Faktor-faktor ibarat kesenjangan perkembangan atau kemiskinan pengalaman lingkungan. Kondisi ini biasanya dialami oleh belum dewasa yang terbatas memperoleh rangsangan lingkungan yang layak, atau tidak pernah memperoleh kesempatan menangani peralatan dan mainan tertentu, dimana kesempatan semacam itu sanggup mempermudah anak dalam.  Mengembangkan keterampilan menipulatif dalam penggunaan alat tulis seperti pensil dan ballpoint. Biasanya kemiskinan pengalaman ini berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi orangtua sehingga seringkali berkaitan erat dengan duduk masalah kekurangan gizi yang pada risikonya sanggup mengganggu optimalisasi perkembangan dan keberfungsian otak. [11]

E.  Pelayanan Pendidikan  bagi Anak Disleksia
Dalam memberikan  pelayanan pendidikan kepada anak berkesulitan mencar ilmu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Berbagai faktor tersebut yaitu tingkat kesulitan, kebutuhan anak untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dan keterampilan sosial dan akademik anak. Yang menangani anak berkesulitan mencar ilmu biasanya menganjurkan untuk menentukan suatu sistem pemberian pelayanan yang menggabungkan beberapa tipe pelayanan.
Menurut leher ada tiga sistem penempatan yang banyak dipilih oleh sekolah, yaitu kelas khusus, ruang sumber, dan kelas reguler. Menurut leher, 20% anak berkesulitan mencar ilmu diamerika Serikat memperoleh pelayanan dikelas khusus, 62% diruang sumber, dan 15% dikelas reguler. Berikut ini secara berturut-turut akan dibahas pemberian pelayanan pendidikan anak disleksia:


1.    Kelas khusus
Sekolah yang menyediakan kelas khusus biasanya menempatkan 10 atau 20 guru anak berkesulitan mencar ilmu dalam satu kelas. Pengelompokan sanggup didasarkan  atas taraf kesulitan atau Faktor-faktor lain. Ada dua macam kelas khusus yang biasa dipakai yaitu kelas khusus sepanjang hari mencar ilmu dan kelas khusus untuk bidang studi tertentu.  Dalam kelas khusus sepanjang hari mencar ilmu anak berkesulitan mencar ilmu diajarkan oleh guru khusus. Mereka berinteraksi dengan anak yang tidak berkesulitan mencar ilmu hanya pada ketika istrahat. Jenis pelayanan ini yaitu yang paling bersifat membatasi pergaulan anak berkesulitan mencar ilmu dengan anak yang tidak berkesulitan mencar ilmu dalam sistem integratif.
Dalam kelas khusus untuk bidang studi tertentu belum dewasa mencar ilmu bidang studi yang tidak sanggup mereka ikuti dikelas reguler. Untuk bidang-bidang studi ibarat olahraga, musik kerajinan tangan, dan lain-lain. yang sanggup dilakukan bersama yang tidak berkesulitan belajar, mereka melaksanakan bersama. Sebagian besar dari waktu yang dipakai didalam kelas khusus jenis ini umumnya untuk pelajaran membaca, menulis, berhitung, dan kadang-kadamg juga ihwal keterampilan sosial atau aspek-aspek khusus dari bahasa.
Sistem pemberian pelayanan dalam kelas khusus ini tidak hanya mempunyai laba namun juga mempunyai kekurangan. Keuntungan yang diperoleh sistem pemberi pelayanan ini adalah:
a.    Pembelajran nya menjadi lebih efisien lantaran pengelompokannya homogeny.
b.    Anak berkesulitan mencar ilmu lebih banyak memperoleh pelayanan yang bersifat individual dari guru.

Adapun kekurangan  dari sistem pemberian pelayanan ini adalah:
a.    Anak berkesulitan mencar ilmu sering memperoleh cap negatif yang sanggup mengganggu kepercayaan diri, penolakan dari teman, perolehan pekerjaan dimasa depan, sikap negatif dari keluarga, dan impian untuk berhasil rendah dari guru.
b.    Angka berkesulitan mencar ilmu cenderung hanya berimitasi dengan sesama mereka. [12]

2.    Ruang sumber
Merupakan ruang yang disediakan oleh sekolah untuk memperlihatkan pelayanan pendidikan khusus bagi anak yang membutuhkan, terutama tergolong berkesulitan belajar. Didalam ruang tersebut terdapat guru remedial dan banyak sekali media belajar. Aktifitas didalam ruang sumber umumnya berkonsentrasi pada upaya memperbaiki keterampilan dasar ibarat membaca, menulis dan berhitung. Guru sumber atau guru remedial dituntut untuk menguasai bidang keahlian yang berkenaan dengan pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar. Guru sumber juga diharapkan menjadi guru pengganti guru kelas dan menjadi konsultan bagi guru reguler. Anak mencar ilmu diruang sumber dengan acara yang sudah ditentukan. Guru diruang sumber biasanya menangani 15-20 anak setiap hari.
Pemberian pelayanan ruang sumber mempunyai kelebihan juga kekurangan. Kelebihannya adalah:
a.    Anak yang memerlukan sumbangan khusus dibilang akademik dan sosial memperoleh kemampuan guru yang terlatih.
b.    Anak berkesulitan mencar ilmu tetap didalam kelas reguler sehingga mereka sanggup bergaul dengan anak yang tidak mempunyai berkesulitan belajar.

Adapun kekurangannya adalah:
a.    Meningkatkan jumlah waktu terbuang untuk pindah dari kelas reguler ke ruang sumber.
b.    Mengurangi kemacetan. Puas guru kelas atau guru reguler untuk menangani anak secara individual.
c.    Meningkatkan kemungkinan adanya inkonsistensi pendekatan pembelajaran.
d.   Meningkatkan jumlah seorang hebat yang bekerja untuk anak yang sanggup penimbulkan pelayanan yang terpecah-pecah
e.    Dapat meningkatkan konflik antara kebutuhan kelompok dan kebutuhan individual. [13]

3.    Kelas reguler
Jenis pelayanan dalam kelas reguler dimaksudkan untuk mengubah gambaran ihwal adanya dua tipe anak, yaitu anak berkesulitan mencar ilmu dan anak yang tidak berkesulitan belajar. Dalam kelas ini yang dirancang untuk membantu anak berkesulitan mencar ilmu diciptakan suasana mencar ilmu koperatif sehingga memungkinkan semua anak, baik yang berkesulitan mencar ilmu maupun yang tidak berkesulitan belajar, sanggup menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan belajar. Suasana mencar ilmu koperatif diciptakan untuk menghindari terjadinya kompetisi antara anak berkesulitan mencar ilmu dengan anak yang tidak berkesulitan mencar ilmu dan untuk menghindari terjadinya duplikasi pemberian pelayanan. Program pelayanan pendidikan individual diberikan kepada semua anak yang membutuhkan, baik berkesulitan mencar ilmu maupun tidak, dan bahkan juga diberikan kepada anak berbakat. Dalam kelas reguler semacam ini banyak sekali metode untuk kedua jenis anak dipakai bersama.
Sistem ini mempunyai banyak kekurangan namun juga mempunyai kelebihan berikut ulasan dari kelemahan dan kelebihan pelayanan ini:
Kelebihan:
a.    Anak berkesulitan mencar ilmu akan memakai anak yang tidak berkesulitan mencar ilmu sebagai model sikap mereka.
b.    Mengelola anak berkesulitan mencar ilmu dikelas reguler lebih gampang dari pada menyediakan mereka pelayanan da  situasi khusus.
c.    Anak yang tidak berkesulitan  belajar sanggup menjadi lebih memahami adanya perbedaan antara individual.
d.   Guru reguler dimungkinkan untuk menjadi lebih menyesuaikan pembelajaran mereka dengan karakteristik individual semua anak.
                                                                      
Kelemahan:
a.    Anak berkesulitan mencar ilmu kurang memperoleh pelayanan individual.
b.    Anak berkesulitan mencar ilmu masih mungkin akan sering gagal lantaran sulitnya materi tugas.
c.    Anak berkesulitan mencar ilmu masih mungkin memperoleh cap negatif dari anak yang tidak berkesulitan belajar.
d.   Anak berkesulitan mencar ilmu akan dirugikan lantaran tidak memperoleh pelayanan PLB yang sisitematis dan latihan keterampilan dasar yang cukup.
e.    Semangat jurang guru kelas atau guru reguler mungkin akan terpengaruh secara negatif lantaran banyak diantara mereka yang tidak dipersiapkan untuk menangani anak berkesulitan belajar. [14]

F.   Peran Guru Khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar
Di negara kita guru khusus bagi anak berkesulitan belajat masih sangat langka. Meskipun jurusan pendidikan luar biasa FIP IKIP Jakarta telah menyelenggarakan pendidikan guru khusus bagi anak berskesulitan mencar ilmu semenjak tahun 1970-an, penempetan lulusan ke dalam sistem persekolahan masih mengalami kesulitan.
Ada sembilan peranan guru khusus bagi anak berkesulitan mencar ilmu di sekolah. Kesembilan peranan tersebut adalah:
a.    Menyusun rancangan acara identifikasi, asesmen, dan pembelajaran anak berkesulitan belajar.
b.    Berpartisipasi dalam penjaringan, asesmen, dan penilaian anak berkesulitan belajar.
c.    Berkonsultasi dengan para hebat yang terkait dan menginterprestasikan laporan mereka.
d.   Melakukan tes, baik dengan tes formal maupun informal.
e.    Berpartisipasi dalam penyusunan acara pendidikan yang diindividualkan (individualized education programs).
f.     Mengimplementasikan acara pendidikan yang diindividualkan.
g.    Menyelenggarakan pertemuan dan wawancara dengan orang tua.
h.    Bekerja sama dengan guru reguler atau guru kelas untuk memahami anak dan menyediaka pembelajaran yang efektif.
i.      Membantu anak dalam membuatkan pemahaman diri dan memperoleh impian untuk berhasil serta keyakinan kesanggupan mengatasi kesulitan belajar.
Ada dua kompetensi yang perlu dikuasi oleh guru bagi anak berkesulitan belajar, yaitu kompetensi teknis (technical competencies) dan kompetensi konsultasi kolaboratif (collaborative consultation competencies). Kompetensi teknis meliputi (1) memahami banyak sekali teori ihwal kesulitan belajar, (2) memahami banyak sekali tes yang terkait dengan kesulitan belajar, (3) terampilan dalam melaksanakan asesmen  dan evaluasi, dan (4) terampil dalam mengajarkan bahasa lisan, bahasa tulis, membaca, matematika, mengelola perilaku, dan terampil dalam memperlihatkan pelajaran prevokasional dan vokasional. Kompetensi konsultasi kolaboratif meliputi kemampuan untk menjalin kekerabatan kerjasama dengan semua orang yang terkait dengan upaya memperlihatkan sumbangan kepada anak berkesulitan belajar. Orang-orang yang terkait dengan upaya kepada anak tersebut terutama yaitu guru reguler, direktur sekolah, tim ahli, dan orang tua.
Bagi penderita disleksia anak-anak, jenis intervensi yang paling efektif dalam meningkatkan kemampuan baca dan tulis yaitu intervensi yang berfokus pada kemampuan fonologi. Intervensi ini biasanya disebut fonik. Penderita disleksia akan diajari elemen-elemen dasar ibarat mencar ilmu mengenali fonem atau satuan bunyi terkecil dalam kata-kata, memahami abjad dan susunan abjad yang membentuk bunyi tersebut, memahami apa yang dibaca, membaca bersuara, dan membangun kosakata. Selain melalui intervensi edukasi, orang renta juga mempunyai kiprah penting dalam meningkatkan kemampuan anak. Langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain:
a.    Bacakan buku untuk anak-anak. Waktu yang paling baik untuk membacakan buku yaitu ketika anak berusia 6 bulan, atau bahkan lebih muda. Saat anak sudah berusia lebih besar, cobalah membaca gotong royong dengan anak.
b.    Bekerja sama dengan sekolah anak. Bicarakan kondisi anak dengan guru atau kepala sekolah, dan diskusikan cara yang paling tepat untuk membantu anak supaya berhasil dalam pelajaran.
c.    Perbanyak waktu membaca di rumah. Kita mungkin bosan membacakan dongeng yang sama dan berulang-ulang pada anak, namun pengulangan ini akan emakin meningkatkan kemampuan anak untuk memahami dongeng sehingga mereka menjadi tidak begitu ajaib lagi dengan goresan pena dan cerita. Berikan juga waktu untuk anak membaca sendiri tanpa bantuan.
d.   Buatlah membaca menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan. Kita sanggup menentukan topik bacaan ringan yang menyenangkan, atau suasana membaca di daerah lain contohnya di taman.

Strategi pembelajaran yang dipakai oleh guru yaitu:
a.    Dalam proses pembelajaran anak disleksia disamakan dengan anak normal lainnya.
b.    Memberikan dampingan khusus didalam kelas yang dilakukan oleh guru kelas.
c.    Menggunakan media pembelajaran yang menarik setiap pelajaran berlangsung walaupun bukan memakai media khusus untuk anak disleksia.
d.   Menempatkan posisi duduk anak disleksia berada pada barisan paling depan di kelas.
e.    Memberikan pembelajaran remedial sebagai penunjang prestasi anak.
f.     Menjalin kerjasama antara orang renta dan guru serta antar sesama guru.[15]

G. Sistem Pembelajaran PAI untuk Anak Disleksia
Ada tiga model taktik pembelajaran yg bisa diterapkan terhadap belum dewasa disleksia. Ketiga model tersebut antara lain Metode Multisensori, Metode Fonik (Bunyi), dan Metode Linguistik. Metode Multisensori mendayagunakan kemampuan visual (kemampuan penglihatan), auditori (kemampuan pendengaran), kinestetik (kesadaran pada gerak), serta taktil (perabaan) pada anak. Sementara itu, Metode Fonik atau Bunyi memanfaatkan kemampuan auditori dan visual anak dgn cara menamai abjad sesuai dengan bunyinya. Misalnya, abjad B dibunyikan eb, abjad C dibunyikan dgn ec. Karena anak disleksia akan berpikir, kalau kata becak, maka terdiri dari b-c-a-k, kurang abjad e.
Metode Multisensori yaitu memaksimalkan kemampuan visual (kemampuan penglihatan), auditori (kemampuan pendengaran), kinestetik (kesadaran pada gerak), serta taktil (perabaan) pada anak.  
Metode multisensori anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya kemudian diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk abjad dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf. Disleksia menyerang kemampuan otak untuk menterjemahkan goresan pena yang diterima oleh mata menjadi bahasa yang bermakna, sehingga juga disebut ketidakmampuan membaca. Disleksia sanggup dialami oleh semua jenis umur, namun sering terjadi pada belum dewasa lantaran faktor keturunan.

Metode Linguistik yaitu mengajarkan anak mengenal kata secara utuh. Cara ini menekankan pada kata-kata yg bermiripan. Penekanan ini diharapkan sanggup membuat anak bisa menyimpulkan sendiri pola kekerabatan antara abjad dan bunyinya. Pada dasarnya ada banyak sekali variasi tipe disleksia. Penemuan para hebat memperlihatkan bahwa perbedaan variasi itu begitu nyata, hingga tidak ada satu pola baku atau kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap ciri-ciri seorang anak disleksia.
Metode Linguistik mengajarkan anak mengenal kata secara utuh. Cara ini menekankan pada kata-kata yang mempunyai kemiripan. Penekanan ini diharapkan sanggup membuat anak bisa menyimpulkan sendiri pola kekerabatan antara abjad dan bunyinya. Akomodasi yang sanggup dilakukan dalam pembelajaran untuk anak disleksia diantaranya:
1.    menggunakan pulpen atau pensil berwarna semoga goresan pena lebih terlihat. Tandai dengan stabillo kata penting dalam satu kalimat atau paragraf yang panjang.
2.    Hindari penggunaan kalimat yang terlalu panjang.
3.    Jika ada buku teks yang mempunyai paragraf panjang, ringkaskan menjadi pokok bahasan dalam format “bullet” atau urutan 123.
4.    Padukan pembelajaran dengan video, semoga anak mengerti lebih baik.
5.    Jika anak terlihat jenuh atau pusing, berikan waktu untuk mereka beristirahat dengan menggambar atau mendengarkan lagu atau berlari-lari bersama teman.
6.    Anak disleksia suka eksplorasi. Berikan satu topik yang anak sukai, kemudian biarkan anak melaksanakan riset sesuka hati mengenai topik tersebut.[16]

Metode Fonik memanfaatkan kemampuan auditori dan visual anak dengan cara menamai abjad sesuai dengan bunyinya. Misalnya, abjad B dibunyikan eb, abjad C dibunyikan dengan ec. Hal ini untuk mendukung cara berpikir anak yang kalau mengeja kata becak, maka terdiri dari b-c-a-k kurwng abjad e.

Pembelajaran PAI yaitu seperangkat insiden yang menghipnotis penerima didik dalam situasi mencar ilmu mata pelajaran PAI ,yaitu mata pelajaran yang meliputi aspek Akidah Akhlak, Alquran Hadits, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Berdasarkan klarifikasi diatas, kami akan fokus membahas pembelajaran PAI mata pelajaran fiqih sub bahasan fiqih ibadah materi sholat  untuk anak disleksia.
Proses pembelajaran PAI merupakan transformasi dalam mengolah input, yaitu penerima didik dalam dengan melibatkan sejumlah komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-komponen tersebut antara lain:
1.      Metode pembelajaran Fiqih materi sholat bagi anak Disleksia
Materi Fiqih Ibadah merupakan materi yang berisikan hubungannya dengan sang maha pencipta Allah SWT. ada beberapak sub bahasan dalam fiqih ibadah yaitu sholat, puasa, zakat, haji dan umroh. Pada kesempatan kali ini yang akan di bahas yaitu materi sholat. Adapun metode yang sanggup dipakai dalam pembelajaran fiqih materi sholat ialah sebagai berikut:
a.      Metode Ceramah
Ceramah yaitu bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan ekspresi dari guru kepada penerima didik dalam hal ini anak Disleksia. Dalam mengajarkan materi sholat seorang guru sanggup menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan teori melalui metode ceramah ini. Sebab, pada anak Disleksia tingkat pemahaman mereka terhadap materi dalam bentuk ucapan masih cukup baik.

b.      Metode Demonstrasi atau Praktek
Pada materi Sholat, guru sanggup memakai metode Demonstrasi dan Praktek dalam pembelajaran. Sebab pada metode ini anak Disleksia anak diajarkan dan dibimbing secara pribadi melalui peragaan mengenai tata cara sholat yang baik dan benar.

c.       Metode Hafalan
Metode Hafalan merupakan salah satu metode yang cocok dipakai dalam mengajarkan materi sholat pada anak disleksia. Sebab pada metode ini anak akan ditunutun untuk sanggup menghafal baik bacaan sholat maupun urutan kegiatan sholat.
Metode tersebut dipilih lantaran anak disleksia hanya mempunyai kesulitan dalam memahami rangkaian kata dan daya ingatnya hanya dalam jangka pendek. Akan tetapi tidak dengan indera penglihatan, pendengaran dan kemampuan komunikasi cukup baik. Oleh alasannya yaitu itu metode diatas sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran Fiqih Ibadah materi Sholat untuk anak disleksia. Karena dalam materi sholat anak disleksia sanggup memakai metode hafalan untuk membantu hafalan bacaan sholatnya, dan metode ceramah dan demonstrasi sanggup membantu anak dalam memahami gerakan sholat, sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sanggup berjalan dengan efektif dan efisien.


2.      Media Pembelajaran untuk anak Disleksia
Kelancaran pembelajaran  sangat didukung oleh penggunakan alat peraga sebagai medianya. Selain mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari media yaitu membantu dan mempermudah pemahaman anak Disleksia terhadap materi yang disajikan. Adapun media yang sanggup dipakai dalam mengajarkan materi sholat pada anak Disleksia yaitu sebagai berikut:
a.      Media Visual
Media visual merupakan media yang sanggup membantu pemahaman penerima didik melalui indera penglihatan. Pada media visual yang sanggup dipakai dalam pembelajaran materi sholat berupa video atau gambar. Video atau gambar ini bisa berisikan tata cara pelaksanaa sholat. Sehingga anak lebih gampang dalam memahami melalui video ini.
b.      Media Audio
Medi audio merupakan media yang sanggup membantu proses pembelajaran melalui indera pendengaran. Pada anak disleksia media audio ini sanggup dipakai untuk mempermudah anak disleksia dalam menghafal bacaan sholat.






  

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.   Disleksia yaitu ketidakmampuan mencar ilmu yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu, yang menghipnotis kemampuan mempelajari kata-kata dan membaca meskipun anak mempunyai tingkat kecerdasan rata-rata atau diatas rata-rata, motivasi dan kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.
2.   Gejala disleksia mungkin sulit disadari sebelum anak masuk sekolah, tetapi beberapa tanda-tanda awal sanggup mengidentifikasi duduk masalah tersebut. Ketika anak mencapai usia sekolah, guru dari anak mungkin menjadi yang pertama menyadari duduk masalah tersebut.
3.   Anak dengan disleksia membutuhkan pengajaran secara individu dan pengobatan untuk disleksia sering melibatkan acara pendidikan multisensor. Dukungan moril dari orang renta juga menjadi potongan yang penting.

B.  Saran
Makalah ini merupakan resume banyak sekali sumber, untuk lebih mendalami isi makalah sanggup di baca dalam daftar sumber yang tercantum dalam daftar pustaka.
Selanjutnya penulis memberikan permohonan maaf kalau terdapat kesalahan atau pun kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu saran dan kritikan dari pembaca sangat di harapka demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita terutama mengenai Pembelajaran PAI untuk anak disleksia.


















DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman  Mulyuno. 2007. Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Bandung: PT Refika Aditama

Brikerhoff Shirley. 2009. Mengapa Aku Tidak Bisa Belajar Seperti Orang Lain? Pemuda Dengan Kesulitan Dalam Proses Belajar. Sleman: PT Intan Sejati Klaten

Rofiah Hidayati Nurul. Metode Pembelajaran Untuk Anak Berkesulitan Belajar Spesifik Tipe Disleksia Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca(Tammasse dan Jumraini. 2015. Disleksia: Sebuah Perkenalan Awal.   Malaysia:Makalah Asbam IV Langkawi


[1]Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa(Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h. 95.
[2]Shirley Brikerhoff, Mengapa Aku Tidak Bisa Belajar Seperti Orang Lain? Pemuda Dengan Kesulitan Dalam Proses Belajar(Sleman: PT Intan Sejati Klaten, 2009) h. 17.
                [3]Ibid.,,, h. 43.
[4]Mulyuno Abdurrahman, Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar(Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007) h. 11.
[5]Shirley Brikerhoff, Mengapa Aku Tidak Bisa Belajar Seperti Orang Lain? Pemuda Dengan Kesulitan Dalam Proses Belajar(Sleman: PT Intan Sejati Klaten, 2009) h. 38.
[6]Ibid.,, 43.
[7]Ibid.,, 45.
[8]Ibid.,, 46.
[9]Tammasse dan Jumraini T, Disleksia: Sebuah Perkenalan Awal(Malaysia:Makalah Asbam IV Langkawi, 2015) h. 5-6.
[10]Mulyuno Abdurrahman, Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar(Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h. 13.
     [11]Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa(Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h. 197   
[12]Mulyuno Abdurrahman, Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar(Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007) h. 99.
[13]Ibid.,, h. 100.
[14]Ibid.,, h. 101.
[15] Ibid.,, h. 125
[16] Nurul Hidayati Rofiah, metode pembelajaran untuk anak berkesulitan mencar ilmu spesifik tipe disleksia untuk meningkatkan keterampilan membaca(http://etheses.uin-malang.ac.id/9638/1/13140068.pdf) diakses pada tanggal 13 November 2018 jam 10:00 WIB.